Sabtu, 15 Februari 2020

The Lost Country Of Ciletuh 8-11



The Last and The Lost Country
Bagian ke 8 (Kembali ke Penginapan)
Tengah hari sudah, tentu perut sudah merasakan juga sama sepertiku. Sudah pengen makan. Untuk sementara, masih bisa di ganjel beberapa makanan ringan yang ada di warung-warung yang tersedia di Puncak Darma. Ada bala-bala, ada gehu, ada sangray kacang dll.

Kamipun turun lah kembali ke Palangpang yang tadi kita dapat saksikan dari Puncak Darma. Kita akan kembali ke lembah sana, ke sisi pantai yaitu ke penginapan kita...Batman Forever.

Disini perasaan kita adalah sebagaimana layaknya para pelancong. Suasana kepariwisataan terasa kental disini. Pemandangan indah dimana-mana. Kita akan betah berlama-lama disini. Ingin tentu untuk bisa mengunjungi nya lagi jika nanti sudah kembali.
Karena....
Aku ke sini untuk kembali lagi.
Maybe, insya Allah.


Hari yang mantap untuk jamuan siang. Kita ramai-ramai, “bengkung ngariung, bongkok ngaronyok”. Kenyang dan alhamdulillah. Nikmat manalagikah yang akan kita dustakan.
Sholat dzuhur, dan lalu istirahtalah. Sebagian menulis, sebagian browsing, sebagian ngobrol, sebagian tidur. Hari yang lelah seperti baru terbangun dari impian saja. dunia mau dibawa kemana, atau kemana kita akan menuju dan mengapa kita ada disini, dan apakah ini semua adalah sesuatu yang tiada makna, apakah kehidupan ini adalah hampa tanpa arti apa-apa. Ataukah dunia ini biarkan saja sebagaimana air mengalir tanpa makna tanpa tujuan tanpa hikmah dan tanpa definisi...?

Yah, itulah perenungan disiang bolong yang setengah ngantuk ini. mau tidur belum mampu, mau kemanapun juga gak mau. Ya sudah aku hanya bisa bertanya-tanya saja supaya menambah pemaknaan dari waktu dan kehidupan ini.

“Maa khalaqta haada baathila....”
Dunia ini tercipta bukan tanpa arti apa-apa.

Ooooh...i see...
Kini aku sudah bisa konsentrasi untuk menikmati semilirnya angin yang masuk melalui sela-sela jendela dan juga dari atap yang tinggi. Memperkuar rasa kantukku....
Waktunya untuk membaca do’a tidur.
Bismillahirrahmaanirrahiim. Bismika Allahumma ahyaa wabismika amuut.
Zzzzzz.......zzzzzz.......zz.zzz.....zz....zzz...
Lelaplah, lelaplah, lelaplah...

Jam menunjukan 16.00 WIB.
Aku sudah bangun sekarang. Horeeeee.
Hmm....bukannya bersyukur alhamdulillah malah horeeeee....!!!
Ya sudahlah, tak mungkin aku tidur lagi. Kantuknya sudah hilang sekarang kan...?.
Nya lah...!!.

Ya begitulah ceritanya saudara-saudara sekalian.
Untuk lengkapnya silahkan kunjungi Geopark Ciletuh ini, ok..?.


Bagian ke 9 (Loji-Ciletuh)
Ssssst, ceritanya belum berakhir kawan. Sore yang cemerlang ini. mandi sudah, apapun sudah. Ada waktu luang untuk menikmati suasana pasosore di bumi yang dianggap hilang ini. Geopark Ciletuh, The last of the lost country. Ya begitulah biar kelihatan serem...!

Rencananya adalah menyusuri jalan baru yang dari Ciletuh ini ke daerah Loji yang belum setahun diresmikan oleh Pak Aher. Tentu penasaran, yang katanya jalanannya indah pemandangannya.

Tak ada teman yang mau ikutan. Maklum kalau aku kan berjiwanya itu adalah suka pengen tahu daerah-daerah baru. Terutama juga ingin mencoba jalannya yang masih mulus tentunya.
Yah, tak banyak cincong, akupun pergi saja ngebolang. Jalanan yang kutempuh adalah pasti kembali meliwati arah curug Cimarinjung, lalu terus nanjak menuju ke arah puncak Darma dan dari pertigaan puncak Darma entah kemana. Nanti kita lihat petunjuk jalan selanjutnya ya...?.

Suasana sore yang terasa teduh, cukup membuat perasaan juga teduh. Jalanan yang tadi dilewati kembali kutempuh sehasta demi sehasta, setumbak demi setumbak. Akhirnya tiba juga dipertigaan puncak Darma.
Ini bukan tempat yang aku tuju. Masih akan melaju ke tempat selanjutnya, ke Loji yang baru katanya.


Woow, indah sekali jalanan kesini. Terutama mungkin karena ini adalah pengalaman yang pertama sehingga semua terasa baru, beda dan menarik tentunya.

Jalanan dari sini sudah dapat diterawang nun jauh menaiki puncak-puncak bukit yang memanjang. Cuma ada beberapa pengendara lain yang searah atau yang berlawanan arah. Itu juga membuat lengkap suasana sore ini.

Jalanannya seperti dinegeri orang, di negeri luar yang lebih maju dari negeri kita. Australia, New Zealand, Jepang, Korea, dll. Pokoknya indah dan indah.


Beberapa tempat mengingatkan pada film India di televisi yang shootingnya di Swizerland atau di Karibia. kuch kuch hota hai
..ceritakan jangan ya perjalanan kali ini...?.
...........................................................................
.........................................................
.......................................
...................
..........................................................................................................................................................
.................................
Titik.

Sudah puas rasanya mengendarai motor disini. Adrenalinnya sudah didapat.
Beberapa pemandangan lautnya bisa dilihat di photo.
Demikianlah JJS kali ini.

Katanya, sunset di puncak Darma sangat bagus. Ya tentu saja sebab puncak Darma yang berada di ketinggian Ciletuh sangat pas buat lihat suset yang terbenam di ufuk barat teluk Palangpang ini. tetapi kamu haru tepat datang kesini, jangan terlambat soalnya waktunya gak akan lama.

Ya tapi harus diperhitungkan waktu sholat maghribnya. Terutama jika kamu gak dapat syarat yang mencukupi untuk bisa di jama’ ta’khir ke Isya. Hati-hati sholat tentu harus diutamakan.

Kecuali kalau waktumu mencukupi, mungkin masih diperbolehkan. Terutama syarat bisa di jama’ sholat menurut ilmu fiqh yang diketahui penulis antara lain adalah :
1.       Jarak perjalanan minimal 90 km, kurang dari itu gak ada rukhsoh jama’.
2.       Batas waktu yang disebut safar adalah dibawah 3 hari, jika sudah menetap lebih dari tiga hari dianggap muqim. Gak boleh di jama’ lagi (gak ada ruksoh/keringanan jama’ dan jama’ qosor)
3.       Sholat yang bisa di jama’ dan jama’ qosor meliputi dzuhur dengan ashar, maghrib dengan Isya.
4.       Tujuan perjalanan bukan untuk sesuatu yang diharamkan.
5.       Jama’ adalah mengumpulkan dua sholat di salah satu waktu sholat terkait.
6.       Jama’ qosor adalah selain jama’ juga diringkas dzuhur, ashar masing masing 2 rakaat. Maghrib tetap 3 dan isya 2 rakaat.


Naah, jika tidak memenuhi syarat-syarat diatas maka harus diperhatikan betul dimana bisa melaksanakan sholat maghribnya.
Jangan sampai jalan-jalan malah menjadi berdosa kepada Allah SWT.



Bagian ke 10 (Malam Minggu = Tidur)
Malam minggu yang kelabu, malam minggu yang tak ditunggu. Pun akhirnya datang. Aku kembali kepada diri sendiri, merenungi tentang semuanya dan segalanya. Seharian aku sudah terlalu lelah berjalan-jalan di Geopark Ciletuh ini. Ke mana saja arah yang dituju, kemana saja aku melaju, ujung-ujungnya kembali kepada hati yang ada disini, yang ada di benak dan pikiranku.

Malam akan semakin larut dalam keheningan yang ditengah riuh diluar sana. Hanya sekedar mencari angin malam tentu itu cukup untuk membuang sisa-sisa lelah dari hari yang panas. Berjalan dengan perasaan, melangkah dengan sedikit gontai tentu tak boleh selalu dilakukan. Hidup harus mencoba dengan penuh gairah betapapun hati sedang lelah. Hmm, betapapun otot-otot sedang pegal atau betapapun bagaimanapun, jiwa dan qalbulah yang bisa mengarahkan langkah kita. Jika segumpal darah itu buruk, maka buruklah semuanya. Jika segumpal darah itu baik, maka baiklah seluruhynya, fahiya alqolbun....ialah qalbu, ialah hati.

Hati akan tentram jika ia disirami air yang sejuk, hati tak akan gersang jika ia mendapat asupan makanan yang sehat. Sama saja dengan jasad ini, tentu hati juka butuh perawatan.

Ooh, aku harus istighfar, oooh aku harus bertasbih lagi. Subhaanallah...Allah maha suci sementara aku dipenuhi salah dan dosa. Subhaanallah, Allah maha suci, Allah maha suci. Pantaskah hamba bisa berdekat-dekat denganMu  jika hamba ini dipenuhi kotoran, khilaf dan maksiat. Subhaanallah, Allah maha suci, Allah maha suci.


Aku, siapa aku...?, aku, siapa aku.
Aku hanyalah seorang manusia yang sering lupa diri, aku hanyalah manusia yang sering melupakanMu. Salam terbaik semoga Engkau sampaikan kepada rasulMu, nabi Muhammad SAW. Rindu aku bisa menjadi umatnya yang pantas untuk dakuinya. Sholawat dan salam untuknya wahai nabiku. Allahumma shalli ‘alaa sayyidina, wanabiyyina Muhammad rasuulillah, wa ‘alaa aalihii wasahbihii azma’iin.

Maafkan semua salah dan dosaku, maafkan hati yang jauh dariMu ini. Maafkan segala salah dan riya yang muncul dalam hati ini.  Astaghfirullah al adziim, ataghfirullah al adziim. Astaghfirullah al adziim.

Beosk pagi kita akan pulang ke Bandung, tapi itu besok. Sementara ini masih malam minggu yang seperti kuceritakan tadi. Walau kelabu, semoga hati tidak kelabu. Aamiin.

Malam minggu yang tidak ditunggu, pagi yang tidak ditunggu akhirnya tiba juga. setelah dari semalam yang dipenuhi kantuk, kehadiran pagi yang cerah adalah anugerah. Alhamdulillahilladzi ahyaanaa ba’da maa amaatanaa wailaihiinnushuur.
Jam enam ini kami sudah siap berada diluar penginapan, perjalanan akan dimulai sebelum mentari benar-benar mendahului kami. Seperti sebelumnya, setiap keberangkatan selalu dimulai dengan breafing, kesan dan pesan serta ditutup dengan do’a semoga kita semua selamat diperjalanan sehingga bisa sampai ke Bandung dengan tanpa ada kekurangan atau masalah apapun jua.



Bagian ke 11 (Pulang)
Kali ini penulis mendapat mandat untuk mendampingi Road Captain, agar nanti pulang ke Bandung tidak muter-muter seperti pas berangkatnya. Jalan yang kami sepakati adalah melewati Surade, Jampang, Tegalbuleud, Sindangbarang, Cidaun, Balegede, Rancabali dan Ciwidey tentunya.
Sebenarnya penulispun belum begitu hapal seratus persen jalan lintas selatan tersebut, tetapi minimal penulis pernah beberapa kali lewat Cidaun dan juga minimal pernah sekali meliwati jalur Cidaun - Surade - Ujung Genteng. Kalau secara detailnya tentu gak semuanya hafal.

Tetapi dengan berbekal keyakinan dan sedikit pemahaman arah peta, tentu kita tidak akan ragu untuk melangkah. Bismillahrahmmanirrahiim. Bismillahi tawakaltu ‘alaallah, laa haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘aadziim.

Belok kanan keluar dari pantai palangpang ini menuju ke arah selatan. Hanya ada satu jalanan ke arah tersebut. Jalanan lumayan sepi, walau tadi beberapa rombongan lainnya sudah pulang duluan. Dan kemarin juga segerombolan minimoto yang datang dari jabotabek mungkin. Sudah pulang lebih dulu.

Jalanan yang dituju ini, termasuk jalanan yang gak besar, namun cukup untuk berpapasan dua mobil.
Aku lupa kemarin lalu itu kita juga lewat sini, ada jembatan gantung yang terbuat dari bambu hanya cukup untuk sepeda motor. Kalau mobil entah lewat mana rasanya tak ada jalan lain ke arah sini. Aku gak ngeuh juga. habis jembatan kecil itu baru ketemu jalan biasa lagi yang bisa diliwati kendaraan roda empat. Melewati persawahan yang kering, ladang-ladang dan terus saja semakin ketempat daratan yang lebih tinggi. Lalu kemudian masuk kedalam hutan hujan tropis yang terbilang masih sangat alami.
Beberapa binatang bisa kita dengarkan suaranya, burung-burung dan lainnya. jalannya semakin menanjak tetapi aspalnya masih sangat baru. Enak untuk berkendara dan udaranya juga terasa bersih....sangat menyenangkan melewati hutan yang jauh dari polusi seperti ini. itu bisa membersihkan paru-paru kita.
Jangan dikira udara bersih adalah tak berharga. Itu bahkan sangat berharga namun kita sering menganggapnya sepele.
Kekayaan alam ini, adalah tidak semua negara memilikinya.

Singkat cerita, jalan dari Palangpang sampai dengan Surade aku belum faham benar. Sedikit aku harus jalan duluan untuk observasi arah jalan supaya rombongan dibelakang tak harus “atog-atogan” lagi nantinya.

Alhamdulillah, sampai juga di Surade. Nah kalau dari pertigaan Surade tentu jalanan akan mudah karena tinggal ikuti saja jalur Lintas Jabar Selatan menuju Banten atau kalau disingkat adalah JAJATEN tapi yang menuju ke arah timur, terus saja ikuti jalan utama. Jalan Jajaten ini semuanya sudah tembus sampai ke Pangandaran sana.
Jadi nanti tinggal harus ingat beloknya di Cidaun menuju ke Naringgul-Balegede. Sudah itu tak akan kesasar lagi.
Dan memang jalanan disini sangat jarang ada kendaraan, malam maupun siang. Ini memang, jalan yang sangat memanjakan para biker. Itulah mengapa kami lebih memilih jalur selatan ini, agar menghindari titik-titik kemacetan di jalur Sukabumi kota, Cianjur, Padalarang yang bisa membuat stress kita semua.
Ada beberapa lokasi wisata disepanjang jalur selatan ini, yang dekat adalah Curug Cikaso dan juga curug Cigangsa. Dan tentu tadi sudah lewat adalah pantai Panarikan, pantai Cibuaya dan pantai lainnya di Ujung Genteng, yang ada kawasan konservasi penyu dll. Jangan sampai kalah oleh orang luar Jawa Barat ya..?, masak sebagai orang Jawa Barat gak tahu kepariwisataan di daerahnya sendiri..?.
Jalan yang semalam lalu itu hanya hitam, hanya kelam, dan aku jalan dengan perasaan, sekarang bisa kita nikmati keindahan yang berwarna warni. Sayangnya 2018 ini lagi musim kemarau panjang jadinya landscapenya lebih didominasi warna tanah.
Jika musim hijau, tentu lembah-lembah, sungai-sungai, hutan-hutan dan jalanan yang meliuk-liuk akan kita nikmati dengan sepuas-puasnya.
Maafkan kepada semua rombongan karena aku sudah ada tanggung jawab sebagai penunjuk jalan maka kini aku pilih untuk selalu jauh didepan, ya terutama sih sebenarnya agar aku bisa sedikit cornering. He he...

Apalagi aku bertemu sekelompok cornering mania yang tadi menyalipku. Wah ini adalah kesempatan untuk ikut bersama rombongan mereka. Kuikuti saja mereka, dan kulihat memang mereka begitu lihai membanting stang ke kiri, ke kiri dan ke kanan. Padahal motor mereka itu macem-macem, ada metic, ada bebek dan ada juga motor batangan.

Aku salut kepada mereka, seperti mereka sangat menguasai semua teknik cornering. Memang masih bisa kuikuti mereka, tetapi jika boleh jujur, keahlian mereka satu step diatas saya. Yah, tentu kita belajar dari cara mereka itu sekarang.

Itulah sebenarnya kepuasan perjalanan kali ini, bisa cornering bersama-sama para “expert”.

Namun tentu kalau terus kuikuti mereka, aku akan terlalu jauh meninggalkan rombongan. Aku sadari itu dan akupun keluar dari group cornering itu sampai di sini saja, di tengah hutan huma di hutan jampang Sukabumi selatan, sekaligus kan kusiapkan sebuah rekaman untuk para teman dibelakang sana.

Sampai sudah di bebukitan ini, lalu kamipun istirahat dulu disebuah kedai yang satu-satunya, dan yang jauh dari perkampungan. Waktu sudah menunjukkan jam 10 wib. Ini adalah perkebunan karet.

Istirahat adalah penting setelah tadi hampir empat jam dalam perjalanan yang melelahkan. Kalau aku sih sebenarnya beberapa kali berhenti untuk ambil video, foto, terutama untuk menikmati suasananya.
Setengah jam lebih sudah kita berhenti, hampir satu jam tentu kantuk bisa berkurang atau malah bertambah. Maka tiupan angin diatas motor semoga akan membuat segar kembali nantinya.

Jalanan yang mengikuti punggungan bukit Jampang selatan ini tentu saja indah, dan lalu berbelok ke kanan, ke bawah menuruninya menuju perkampungan-perkampungan.

Dari perkampungan ke perkampungan demikian ini laju kami terus dipacu. Akhirnya tiba juga di Tegalbuleud, kemudian di Sindangbarang dan tak terasa sudah sampai di Cidaun kini.
Demikian saja siaran pandangan mata, dan coretan pena kali ini, semoga ini bermanfaat untuk kawan sekalian yang hendak jalan-jalan ke arah yang sama.
Dari arah Cidaun ke Bandung ceritanya akan tak jauh beda seperti kisah perjalanan kami yang ke  Cidaun dan Rancabuaya. Silahkan baca saja kembali ceritanya yang lalu-lalu.


Tamat kalau dibalikpun tetap tamaT.
Wassalam, Nuhun. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar