Sabtu, 15 Februari 2020

The Lost Country Of Ciletuh 6&7

Bagian ke 6 (Menunggu Sarapan Pagi mau ke Curug Cimarinjung)
Sudah saatnya untuk pergi ke pantai. Namun nasi kuning tentu akan segera datang. Jadi bersabar dulu, orang sabar disayang Tuhan. Assabrun jamiil.

Untuk menunggu itu, ada baiknya kita jalan-jalan pagi dulu. Beberapa suasana dipagi hari tentu gak bisa ditemukan disiang hari. Terutama vitamin D dan juga kesegaran udaranya. Haahhh....udaranya segar sekali bisa menembus kepada seluruh ruang dadaku. Nikmat manalagikah yang akan kita dustakan...?.
Gak boleh lama-lama jalan paginya sebab kita punya acara berikutnya, jam tujuhan sudah harus kembali ke homestay. Sebab nasi kuning tentu sudah ada disana.

Kalau sudah makan tuh suka lupa menulis. Makan nasi kuning yang tak seberapapun tetap cukup untuk pagi yang baru saja dimulai. Dan tak lama lagi, kamipun cabut semuanya dengan membawa semua barang bawaan. Rupanya kita akan pindahan lagi. Sudah dapat penginapan yang lebih representatif disana, tepat di bibir pantai Ciletuh. Masih ada satu malam lagi disini, tentu penginapan sudah harus definitif sejak sedini mungkin.


Ide di pagi hari seringkali memang cemerlang. Maka tak heran jika disaat yang demikian itu sering muncul joke joke yang luar biasa. Pagi yang dipenuhi senyum, canda dan tawa. Tak boleh terlalu berlebihan, supaya menjadi tidak murahan.
Sudah siap rupanya, kamipun siap untuk berangkat. Selamat tinggal my sweet memory at our homestay today, and so goodby to the owner. Maybe, sameday we will back again. And i wish i will come here in other time. i wish it. Mungkin suatu hari nanti kita akan bersua kembali. Wassalam.
Hey jangan ketawai bhs inggrisnya. Maklum gak lulus elementary one.

Nama penginapannya adalah BATMAN FOREVER, ini sekira jam delapan lebih sedikit. Kami sudah tiba disini. Masih ada penghuni lainnya didalam sana, mereka baru akan  berkemas. Kami harus menunggu mereka dan juga menunggu ini tempat disapukan dan dirapihkan dahulu.
  
Maka keliling pantai adalah pilihan yang paling nyata, yang paling didepan mata. Untuk menyusuri ke beberapa sisi pantainya adakah hal yang unik dan cukup menarik disini. Secara sekilas pantai ini kelihatan biasa saja. pasirnya juga kurang bersih sepertinya gak pas untuk bermain pasir atau untuk bermain ombak. Tetapi untuk udara pagi yang segar dengan kandungan garam yang menguap dari lautnya dan atau melihat pemandangan di sekeliling tentu masih bisa dilakukan.

Untuk meng upgrade kualitas pantai ini, adakah suatu teknologi yang bisa menyulap kualitas dari pasir, kejernihan air laut dll, mungkin dengan satu atau beberapa modifikasi, pengaturan dan lain-lain masih bisa diakali. ya siapa tahu kan bisa dicari caranya. Harus ada upaya ke arah yang lebih baik. Bukankah dibanyak tempat juga bisa dibangun pantai putih buatan atau melalui rekayasa teknologi misalnya dll.

Tetapi sudahlah, dalam beberapa hal tentu lokasi pantai ini masih mungkin untuk dikembangkan. Penanaman pohon supaya lebih rindang dll adalah hal pertama yang paling bisa dilakukan, penambahan berbagai fasilitas, utility, atau taman wisata dll atau mungkin arena balap kuda, balap kerbau atau bahkan balap motoGP. Do yo have any ideas....?!

Pagi yang semakin tinggi, memberikan panas yang semakin terik. Sudah mulai terasa tak nyaman berada lama diluar sini. Mungkin istirahat atau tidur adalah pilihan yang tepat.  Bersiap untuk acara sore, malam dan esok hari.

Tetapi tidak demikian adanya, sebab masih ada acara berikutnya. Yaitu menuju curug Cimarinjung. Tempatnya tak jauh di pantai Palangpang ini, bahkan curugnya kelihatan disini. Itu ada ditebing sebelah kiri. Kita akan kesana. Tentu berenang di curug akan terasa lebih menyegarkan dibanding harus terus berada di sisi pantai yang terasa mulai panas ini. Ini soalnya sudah hampir jam sepuluhan.

Bersiap dengan segala-sesuatunya, kompak sekompak-kompaknya kami akan good by and so “good bay” Palampang.

Godaan air dingin dari curug Cimarinjung tentulah sangat kuat dirasakan. Kamipun semangat menuju kesana. Rupanya jumlah pengunjung cukup banyak dipagi ini. lokasi parkir sudah sedemikian hampir penuh. Akan indah nampaknya pemandangan disana. Tak sabar.

Dengan menyusuri jalan empat tapak kaki, jalan menuju curug Cimarinjung itu. Ada beberapa warung makanan dan juga penjual lainnya. jalannya juga datar-datar saja kecuali jika berbelok dipercabangan ke kiri itu menuju ke bawah sana, ke aliran sungai yang lokasinya ada di bawah “gawir” Cimarinjung. Tetapi ke lokasi curug tentu lebih membuat penasaran kami. Dari belokan jalan ini curugnya mulai terlihat dengan jelas. Tinggi sekali nampaknya. Jalanpun semakin dipergegas. Sudah gak sabar.

Tetapi didepan ada spot untuk mengambil photo. Ngantrinya bukan main. Susah berakhirnya. Kudu antri dan sabar. Belajar budaya antri. Belajar budaya sabar.

Beberapa jepretan kamera sudah cukup untuk mengabadikan suasana dan pemandangan disini. Sebagai kenagan jika nanti sepulangnya ke Bandung. Supaya bisa berbagi cerita kepada teman, kawan dan handai tolan. Boleh suatu waktu kita akan berangkat bersama kesini, sangat boleh.

Dan memang para pengunjung disini begitu ramai, kalau dihitung tentu tak dapat. Karena gak ada kerjaan menghitung nya juga.

Kembali keluarkan kamera, potret sana potret sini. Potret juga curugnya, tebing bebatuannya yang menjulang, pepohonan di yang ada di tebing bebatuan yang terlihat seperti bonsai juga dan tentu photo selfi berkali-kali.

Para teman sudah tak bisa menahan keinginan untuk bermain air, itu juga membuat ku tergoda. Wuiih, tak disangka airnya begitu dingin. Ini seperti berada di Ciwidey atau di Pangalengan sana. Rupanya basah terkadung basah sekalian, bermandi air dan sedikit berenang-renang ketepian adalah menyenangkan juga.
Kalau berenang ke tengah sana mungkin terlihat menggoda, namun rupanya itu dilarang sebab kita yakini tentu pusaran airnya akan sangat deras sebagai akibat derasnya air yang turun dari atas bukit sana dalam jumlah yang cukup besar pula. Kita gak boleh sok jagoan, sebab kekuatan alam bukan tandingan manusia yang lemah ini. kalau binatang mungkin masih bisa melawan arusnya, tapi kalau tenaga manusia ini terlalu gak sebanding rasanya.

Para teman sudah sejak awal bermain air disini, mereka sudah kedinginan rupanya, sementara aku baru saja tadi memulainya. Ini tak akan lama. Beberapa bahkan sudah meninggalkan lokasi curug,  kami masih terlalu menikmati dinginnya air Cimarinjung yang ajaib ini. Air yang dikira gak sedingin ini, tapi nyatanya sedingin ini.

Rupanya para teman mencari teorinya, “air bisa dingin disini karena ketika air itu terjun dari atas puncak tebing ini, itu ditiup oleh angin yang datang sehingga membuat air yang turun menjadi lebih dingin dibanding air yang ada diatasnya.” wah boleh juga itu teorinya, itu seperti teori blower mungkin. Sebatas demikian itu teorinya bisa diterima. Teori ngawur...!!

Ditambah pula oleh tebing bebatuan disekitarnya tentu menjadi katalis yang baik untuk menahan dan menyerap udara dingin membuat udara yang berputar-putar disana terjaga kedinginannya secara terus-menerus. Wah teoriku boleh juga rupanya. Teori ngawur...!!

Demikianlah kami coba meneliti hal ihwal air Cimarinjung yang dingin ini. adem terasa kepada tubuh, segar terasa kepada badan ini. masih betah berlama-lama disini, masih terlalu nyaman untuk berada disini. Tetapi waktu gak bisa ditahan, tetapi masa gak bisa dilawan. Subhaanallah, begitu rapuhnya hidup kita yang setiap detik termakan usia. Musti sadar dan segera insyaf. Hmm....jadinya gak boleh lagi memperbanyak salah dan dosa dalam sisa hidup ini. itu pelajaran yang kuraih kali ini. semoga itu membantuku. Semoga ini bekerja/it work. Aamiin.

Haduh, suka rada lunglai kalau sudah sedikit mengingat demikian itu. Semoga saja itu menjadi asupan ilmu agar hidup bisa lebih tenang, damai dan dewasa. Aamiin. Juga termasuk dalam hubungan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang harus lebih mengedepankan kedewasaan berfikir, bertindak dan berkolaborasi dalam kebaikan tentunya. Bisa menahan sikap, bisa menahan amarah, emosi dan segala hal negatif lainnya yang destruktif dan mengganggu suasana yang harus selalu dijaga agar tetap kondusif dan baik-baik saja. Belanda masih jauh brow...!.

Berita sensitif tentang agama seringkali dimanfaatkan oleh para petualang agama yang mencari keuntungan ditengah kehiruk pikukan masyarakat, termasuk masyarakat medsos terutama. Kita jangan menjadi bagian manusia yang mudah dimanfaatkan sedemikian itu. Segalanya harus terkontrol, segalanya harus dikembalikan kepada telaah keilmuan para ulama yang bertanggung jawab tentunya. Aamiin.


Bagian ke 7 (Puncak Darma) 
Lelah sudah bermain air, kamipun “hanjat” ke daratan, kembali kebalik bebatuan untuk berganti pakaian. Semua sudah bubar, adios Cimarinjung.

Keluar dari kawasan Cimarinjung rasanya tanggung jika tidak lanjut ke lokasi lainnya. karena sesuai rencananya dilanjutkan ke puncak Darma yang terkenal itu.

Secara konvoi kamipun menyusuri jalanan yang menanjak semakin curam, beberapa motor tua ada yang gak kuat menaikinya. Terpaksa harus turun penumpangnya. Ada petugas jalan yang sigap memberi aba-aba di puncak tanjakan sangat membantu para pengendara yang masih baru ke sini.
Dari persimpangan sehabis tanjakan ini kita belok ke arah kiri, sebab kalau ke kanan itu ke arah lainnya. jalannya masih sedang diperbaiki, dalam proses pengerasan. Masih belum di beri aspal sehingga debunya “kebul” kemana-mana. Menurun sedikit menyebrang jembatan dan naik kembali. Tanjakannya tak kalah ekstrim dengan yang tadi dan juga ini cukup panjang rupanya. Harus hati-hati terlebih jalannya masih belum selesai dikerjakan, masih proses pengurugan pasir dan kerikil. Ada stoom dan alat berat lainnya sedang bekerja di tanjakan ini.

Tak terlalu jauh, puncak Darma pun dapat dicapai. Disini jalannya sudah berhotmix rupanya. Dan wuih pemandangannya memang sangat bagus.

Parkiran kendaraan disisi jalanan ini, dan sebagian juga di tempat lapang yang sudah tersedia. Dipertigaan puncak Darma ini ada tugu senjata khas Pajajaran. Kujang.

Disini anginnya cukup kencang, dan ditambah topografinya yang berupa puncak bukit yang ber “gawir” terjal membuat sangat cocok untuk paradigling, paralayang dan sejenisnya. Seperti secara kebetulan sedang ada siaran langsungnya, olahragawan paralayang mengembangkan parasutnya dan lalu terbang.  

Tentu pemandangan dari awang-awang akan sangat indah karena bisa pergi kemana dikehendaki seperti seekor burung camar yang terbang melayang-layang. Berputar-putar mengelilingi kawasan Geopark Ciletuh ini. itulah yang disebut sebagai eyebird yang sesungguhnya.

Dipuncak Darma ini kita bisa leluasa memandangi lautan dan daratan yang persis ada dibawahnya. Menjadikan satu titik view yang diburu para pelancong. Berphoto-photo, mengamati semua pemandangannya dan juga merasakan tiupan anginya yang mengibaskan rasa panas dari sang Matahari, membuat kulit kita menjadi lebih sejuk rasanya.

Akan lebih bagus jika kita punya “kekeran” atau teropong atau kamera xldr. Akan ada lebih banyak view  yang bisa didapat.



Story of The Lost Country

Puncak Darma, oh puncak Darma
Bagaikan engkau berdiri di atas cakrawala
Bagaikan engkau berada di balik punggung makhluk raksasa
Engkau menjadi yang paling tinggi disini
Engkau bagaikan punggung dari mega super dinosaurus yang sangat besar
Yang sedang “ngaringkuk” di Lautan Palangpang ini.

Diatas punggungmu yang kokoh ini, biarkan kami melata padanya
Agar pulas tidurmu, agar engkau tak terusik karenanya,...
anggaplah kami sebagai kutu-kutu yang tak mengganggumu

Biarlah engkau senang kami ada disini
Dan kamipun tentu senang berada di punggungmu...
Selama yang aku, dia, mereka maui

Yah, kami harap engkau tak terusik
Ya, kami harap engkau bersikap tenang dan bahagia selamanya

Puncak Darma, oh puncak Darma
Sang warisan dunia, dari peninggalan Zaman “baheula”
Oh Puncak Darma
Engkau adalah dunia yang dianggap hilang
Yang kini sudah ditemukan kembali

Terima kasih kepada gubernur Jabar terdahulu, bapak Ahmad Heryawan
Yang telah mengusahakanmu ditemukan dunia
Menjadi bagian dari koleksi UNICEF
Sebagai the World Geopark Ciletuh

Dan berharap kawasan ini bisa “dimumule” oleh banyak generasi
Kita, setelah kita, dan setelah kita

This is story about Ciletuh
at,
The lost Country....

Kawasan Ciletuh yang belum lama dikenal ini, kini sudah mulai menjelma menjadi destinasi wisata yang membuat penasaran para pelancong.

Tentu saja tak lama lagi kawasan ini, akan terus berbenah diri sehingga sarana prasarananya semakin lengkap. Dimana ada gula tentu selalu mengundang datangnya para semut. Semut “hideung”, semut “beureum” dan semut lainnya.

Seyogyanya para pemangku kepentingan, goverment, dan juga para masyarakat disini dan para pelancong juga wajib peduli terhadap ketertiban, kebersihan dan kelestarian Geopark Ciletuh ini. Jangan sampai kita menjadi manusia tidak beradab yang tak mampu mengelola sampah, yang tak mampu mengelola lingkungan. Belajarlah menjadi manusia terdidik, jadi manusia berkualitas dan yang punya nilai, yang bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitar yang peduli terhadap alam.
Go Green...!!, ijo royo-royo. Hejo ngaplak, indah dipandang mata, sehat untuk semua, sejahtera untuk semua.
Belajar dari bangsa lain yang begitu menghargai kebersihan, tak buang sampah disembarang tempat. Tak merusak hutan, tak merusak sungai, tak merusak gunung-gunung dan lautan.

Untuk hidup tak boleh dengan cara merusak. Untuk eksis tak boleh dengan jiwa serakah yang tega membabat hutan, menghancurkan biota laut dst. Mari kita mulai dari sekarang, mari kita pelopori dari diri masing-masing. Buka cakrawala, buka lembaran baru yang lebih bersih, lebih elegant. Menjadi generasi Juara. Indonesia Juara.

Dari Ciletuh menuju Jabar Juara, dari Ciletuh menuju Indonesia berjaya. Kami ucapkan dirgahayu Republik Indonesia yang ke 73. Semoga bangsa ini menjadi bangsa yang berkualitas, bangsa yang mulia dan berakhlak terpuji. Kita kikis jiwa pecundang, kita kikis jiwa “kolokan”, kita kikis jiwa murahan, kita kikis jiwa “rudet”, kita kikis jiwa “ngeyel”, kita kikis semua sikap dan pola pikir yang buruk itu menjadi manusia-manusia juara yang berkualitas tinggi yang empaty, yang mengedepankan keimanan, yang mengedepankan keihsanan (perilaku terpuji), yang menjauhi kebodohan, yang menjauhi kedunguan, yang menjauhi politik sontoloyo, yang menjauhi kebebalan jiwa, yang menjauhi keangkuhan dan semua sifat buruk lainnya. aamiin. Selamat berjuang kawan....! selamat bekerja keras...!, lelah kita dalam kepicikan ini, lelah kita dalam kedunguan ini.

mari kita kembali ke asal

Mari kita kembali kepada budi pekerti
Mari kita kembali kepada budaya silih asih, silih asah, silih asuh

Jauhi sikap kekanak-kanakan yang manja,
Jauhi sikap kekanank-kanakan yang “babarian”, gak lapang dada.

Nilai diri kita ada pada kedewasaan
Nilai diri kita ada pada kebijaksanaan
Nilai diri kita ada pada akhlaqul karimah, akhlak yang mulia.
Jauhi kebodohan dengan belajar,
Jauhi kedunguan dengan membuka wawasan

Malu kita yang selalu bertengkar,

Kuncinya adalah ilmu pengetahuan, wawasan dan keimanan.
Kuncinya adalah hormat ulama kyai,
Kuncinya adalah tidak sok tahu

Kuncinya adalah banyak dzikir dan banyak istighfar agar hati menjadi teduh dan meneduhkan.
Astaghfirullah al adziim....

Kalau kita bukan ahli agama, tak pantas kita mencaci profesor agama, kyai pula. Dimana logisnya, gak ada logisnya sama sekali.  Yang ada hanya bodoh diatas kebodohan, yang ada hanya dungu diatas kedunguan. Itu memalukan...!!

Sebagai umat, ikuti saja ulama. Sebagai umat jaga diri dan keluarga saja dari perbuatan ikut-ikutan dari medsos dari yang gak jelas keluhuran ilmunya, yang kita gak pernah belajar dasar keilmuannya. Kita itu disebutnya juga sebagai orang awam, bukan ulama, bukan kyai. Kalau kita sebagai orang awam, tak pantas kita menyalah-nyalahkan ulama kyai yang “molotok” ilmu agamanya, menguasai cabang keilmuan agamanya, ilmu fiqh, ilmu ushul fiqh, ilmu hadist, ilmu tafsir, ilmu mustolah hadist, ilmu alat, ilmu kalam, ilmu balaghah, ilmu ma’rifat, ilmu hikmah, ilmu falaq, ilmu siroh nabawiah, ilmu dan amal yang semua itu tidak kita kuasai.
Malu lah kita. Jika kehadiran kita hanya menambah masalah bagi bangsa dan umat ini.

Ke naha jadi ceramah ieu teh...!
Ah ngawur....!!

Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar