Ke Subang adalah menyenangkan. Ke Subang adalah tujuanku kali ini.
Tahu lembang adalah sarapan yang akan baik untuk hari ini.
Kalau ke Lembang sekarang ini, akan lebih baik jika lewat jalan lain saja. kalau lewat Setiabudi, pertama takut macet, kedua takut ditilang pulisi. Maklum knalpotku pernah ditilang sekali, jadi weh gak mau kedua kalinya.
Jalan yang kususuri adalah lewat Turangga, Martanegara, belok kanan ke arah Laswi. Agak memutar memang, sebab tadinya mau cari bubur dulu di Turangga tapi gak ada.
Lanjut ke Jalan Riau, belok ke Mesjid Al-Istiqomah, terus saja menyusuri belakang Gedung Sate menuju Gasibu dan lalu belok kiri lewat jalan Dago.
Dari simpang Dago, lurus terus ke atas menuju terminal Dago lalu belok kiri ke bawah ke perumahan Ir. Ciputra di perbukitan Punclut yang sebenarnya itu adalah kontroversial sebab kawasan Punclut itu sebenarnya terlarang untuk di bangun terkait peraturan tentang KBU.
Lalu naik terus hingga ke persimpangan jalan Punclut dan naiiiiik saja ke atas hingga masuk ke wilayah Lembang. Itu adalah jalan Cijeruk kalau gak salah baca. Lalu dijalan inilah ada penjual tahu Tauhid Lembang. Tahu yang terbuat dari kedelai dan campur susu Lembang, katanya sih.
Enak sekali rasanya, khas Lembang banget . Rasanya rada mirip tahu Sumedang sedikit tapi keduanya sama enak dan menurutku masih enak tahu Tauhid ini. Entahlah mungkin karena kalau tahu Sumedang sudah terlalu sering mungkin. Sementara tahu Lembang ini kan mungkin bari 4 atau lima kali lah.
Baru kemarin sebenarnya aku makan tahu Tauhid. Tapi deudeuieun mungkin ya, da enak atuda. Renyah dan gimanaaa gitu.
Cukup delapan saja,sudah cukup untuk pagi ini. apalagi sudah sejak keluar Gatsu perutku kepengen ke WC. Ya sudah ini tahu semakin mendorongnya saja. hajat pun sudah, aku siap untuk lanjut ke Subang.
Jalan nya adalah ambil jalan potong gak memutar ke depan polsek Lembang, dan nyebrang lagi masuk ke jalan alternatip lainnya untuk menghindari Alun-alun Lembang, takut ada pulisi disana. Tapi rupanya aku salah jalan sehingga harus balik lagi dan akhirnya lewat ke alun-alun juga.
Sudah itu ikuti saja jalannya ini, sudah yakin itu akan menuju ke Subang City....kan...? kan...?.
Jalanan turunan Emen adalah paling terkenal disana. Itu panjang ceritanya, kenapa jalan itu disebut tanjakan Emen.
Syahdan, waktu itu...bla...bla...bla...
Bapak Emen menjadi korban kecelakaan disana...begitu kalau gak slah. Sejak saat itulah tanjakan itu dinamai turunan Emen, eh tanjakan Emen.
Sebelum kesana kita akan melewati beberapa perkotaan kecil, atau perkampungan disepanjang jalan ini. ada beberapa jongko warung-warung untuk sedikit beristirahat. Makanan khasnya adlah biasa, seputar mie rebu, jagong bakar dll.
Tapi itu menjadi nikmat kalau dinikmati langsung di sana, di Lembang yang adem. Apalagi jika sudah lama merindukan bakar jagong sudah tentu itu adalah godaan juga.
Namun kali ini aku gak akan berhenti dulu, sebab ini tanggung sedang enakeun dan juga aku ingin sepagi mungkin bisa segera sampai di Gery Mang Subang.
Jalanan juga sedang enaknya untuk bawa motor, cukup sepi.
Tanjakan bumi perkemahan Cikole adalah masih cukup menyenangkan juga, kalau pakai Kharisma dulu pastilah ini akan berat nanjak disini. Tapi kalau pakai CBR, ini adalah menyenangkan...ssst, ssst, sssst, bablas angine.
Ah kalau secar imaginasi, ini serasa ada diSirkuit Philips islands kayaknya, atau mirip Sirkuit yang di Cekoslovakia sana...indah dan ada reliefnya yang menanjak sedikit lalu kepuncak dan lalu mudun lagi ke bawah yang membelok...wuih itu terasa enakeun untuk membuat motor sedikit melintir atau melipir...khas Stoner. Itu enak brow..!!
Nah setelah itu barulah akan menuju tanjakan Emen yang kita bicarakan tadi. Kalau dari arah Tangkuban Perahu itu adalah pudunan atau turunan Emen, kalau dari Subang baru itu disebut tanjakan Emen. Begi gak sih...?
Ya begitulah pokoknya.
Hmm..perkebunan teh ini disini tetap saja sejuk, teduh, segar dan indah. Sayang gak ada waktu kali ini untuk berhenti dulu. Aku akan segera menuju ke sana saja. ke Subang.
Menikmati sepanjang jalanan ini adalah sesuatu dalam hidupku.
Maknyus pokoknya, tak terasa hadeuh...sudah sampai di jalan Cagak. Kalau lurus itu menuju Tanjung Siang dan Sumedang.
Sebenarnya, aku ingin lanjut ke Sumedang nanti. Tetapi itu lihat nanti saja, soalnya mungkin berubah pikiran. Ya, maafkan aku ibu, maafkan aku bapak di saat liburan ini aku belum pulang ke Kampung. Maafkan anakmu yang buruk ini.
Jalanan menjadi sedikit setengah hati. Gak seperti tadi, kadang pelan, kadang kencang....habis pikiranku kemana-mana.
Ya Allah kapankah aku akan menjadi anak yang baik, kapankah aku akan menjadi manusia yang baik, kapankah aku akan menjadi insan kaamil, insan yang Engkau sukai. Ya Allah, bimbinglah aku, berilah aku kekuatan, berilah aku taqdir yang baik. Dan lindungilah aku dunia akhirat, aamiin.
Berat hati ini untuk tidak pulang ke kampung, sungguh semoga saja ibuku dan bapak ku sudi memaafkan aku 100%. Aamiin ya Allah ya rabbal ‘aalamiin.
Allahummaghfirlii, wali waalidayyaa, warhamhumaa, kamaa rabbayaanii shaghiiraa. Aamiin.
Haah, tak terasa sampai juga di batas kota ini. selamat datang di kota Subang. Kota Subang adalah satu kota kecil yang sangat khas, banyak pepohonan dimana-mana, rindang terasa agak seperti hieum kalau kata bahasa Sundanya mah. Tetapi hieum itu adalah bagus menandakan lingkungan yang terjaga dengan cukup baik. Itu yang aku suka dari Subang ini.
Kalau menurut penerawanganku, Subang sekarang ini adalah seperti Jakarta di era 50 an. May be sih, Cuma kira-kira saja...itu harus tanya ke mereka generasi 40-50-60 an mungkin.
Yah, sebuah perkotaan didataran rendah yang panas jika disiang hari, lembab juga udaranya, lapang juga keadaan lingkungannya. Ya seperti itulah kira-kira.
Alhamdulillah, sampai juga di sirkuitnya. Gery Mang Subang.
Bayar 60.000 rupiah, siap untuk melantai.
Aku istirahat dulu, sebab perjalanan dari Bandung tadi kalau dihitung total ada mungkin sekira 2 jam lamanya. Mesin motor tentu sudah sangat panas. Akan kuberi dia waktu agar bisa cooling down dulu, supaya mesin motor ku lebih awet dan juga nanti enak untuk dikebut lagi.
Ya sudah, aku sendiri juga lelah atuh.
Di trek sana sudah ada orang Jepang yang bekerja di sekitaran Subang ini, sedang berlatih juga rupanya. Beberapa putaran, cukup kencang juga.
Setengah jam sudah dirasa cukup istirahatnya, jangan terlalu siang karena pulang ke Bandung ataupun ke Sumedang adalah sama jauhnya.
Sayang orang Jepang itu mungkin sudah sejak tadi pagi latihannya, sehingga gak bisa bareng latihannya.
Beberapa putar aku pelan saja, mengamati keadaan treknya, aspalnya. Dilihat apakah ada pasir, atau ada oli yang bisa membahayakan. Sekalian untuk menghapal racing line juga supaya heunteu atog-atogan nanti.
Dan juga supaya mesin panas secara bertahap, gak kaget mesinya.
Beberapa putaran kulalui, mungkin duapuluh putaran atau lebih. Ya ini sekita dua puluh atau tiga puluh menitan aku melahap sesi pagi ini.
“Wah kang, kuat oge napasna”....kata penjaga warung.
“Berapa menit tadi ada mungkin setengah jam” katanya lagi.
“Ya kang, sabalapeun lah”...kataku meng iyakan.
Yang lain mah memang rata-rata gak lama-lama per sesinya. Entah sengaja, atau entah strateginya, atau entah gak kuat juga, atau gimana saya sungguh gak pernah pikirkan itu. Cuma memang penah bertanya-tanya juga kenapa mereka hanya beberapa putaran lalu berhenti, lalu nanti ke trek lagi, terus saja begitu.
Nah sejak si akang warung ngomong begitu, aku jadi sedikit ngerti sekarang. Bisa jadi benar beberapa itu karena napasnya.
“ya kang alhamdulillah kalau soal napas kurasa aku cukup kuat untuk duapuluh atau dualima lap mah, mungkin karena dulu aku suka lari dan sepakbola mungkin kang”, begitu kataku menjelaskan supaya paham bahwa olahraga itu memang ternyata berguna untuk pernapasan atau daya tahan.
“ya kang, saya sependapat” katanya pula. “iya emang ada beberapa yang suka latihan disini, yang berbadan tegap tak berarti lebih kuat napasnya dibanding yang tidak berbadan kekar, gak jamin” katanya mencoba membandingkan aku dengan lainnya.
Mungkin aku kalah panco, tapi kalau lari jarak jauh mungkin aku lebih kuat dari beberapa lainnya yang gak biasa lari atau olahraga dulunya. Ya itu relative dan bukan maksud sombong ya. Tapi aku sendiri merasakan memang betul, kebiasaan di masa lalu yang suka lari dan sepakbola itu kini masih bisa dirasakan manfaatnya. Tubuh terasa lebih siap untuk endurance, atau daya tahan sih. Semoga saja aku bersedia untuk kembali olahraga, lari dll agar kondisi kesehatanku tetap terjaga dan lebih bugar dari sekarang. Aamiin.
Istirahat setengah jam lebih, hampir satu jam, saatnya untuk kembali ke trek. Beberapa pemotor lainnya sudah berdatangan sekarang. Jadinya aku ada teman dan membuatku sedikit bersemangat lagi.
Sekira setengah jam lagi aku memutari sirkuitnya, mirip seperti sesi tadi.
Waktu sudah dihentikan penjaga Sirkuit, saatnya untuk istirahat menghormati waktu dzuhur. Mari kita sholat dulu.
Di sirkuit ini tidak ada mushola, jadinya harus keluar dulu. Ada dipasar tetapi itu kurang refresentatif. Jadinya aku cari ke perkampungan saja ke arah kanan dari gate Sirkuit.
Ya begitulah saudara sekalin.
Habis istirahat sekira jam 13. 30 aku kembali ke sirkuit dan lanjut lagi.
Singkat cerita hari ini aku habiskan 4 sesi. Semakin sore semakin ramai pengunjung dan juga grip ban terasa semakin baik sehingga bisa melakukan cornering lebih miring lagi.
Bukti nyata adalah bekas yang ditinggalkan di compound ban. Itu sudah nyaris 100 persen kena.
Cukup untuk hari ini. alhamdulillah.
Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar