CAMPING WITH MY FRIENDS
at CITIIS, GUNTUR Mount
Perjalanan menuju ke Gunung dan Hutan, selalu saja menarik perhatian. Bukan hanya penulis yang menyukai itu, tetapi berjuta lainnya memiliki hoby yang sama juga.
Kali ini penulis diajak teman untuk kemping di Kaki Gunung Guntur Garut. Tanpa berpikir lagi, penulispun mengiyakan ajakan mereka.
Pada hari yang telah dijanjikan, kamipun bersiap untuk berkemping. Waktu itu penulis sedang berada di Sumedang. Dari Sumedang pun penulis berangkat menuju Bandung, tempat berkumpul kami di Al-Imarat Jl. Inhoftenk Bandung. Sudah cukup lama mereka menunggu, akhirnya kamipun berangkat menaiki Elf dari Jl. Mohammad Toha Bandung. Via tol kamipun bisa segera sampai di Cileunyi.
Sekira dua jam kami pun sampailah di sekitar Kadungora Garut. Hari sudah sore waktu itu, sehingga diputuskan untuk menginap di sana, ditempat saudaranya teman kami. Dari jalan raya berjalan kaki sekira setengah jam kamipun sampai disana, hari sudah menjelang maghrib. Aku merasa inipun sudah merupakan dari perjalanan kemping. Suasana desanya yang terlihat sangat kental, sangat tradisional. Dingin dan banyak balongnya.
Kami pun tidur dengan bertumpuk dalam kamar yang gak terlalu luas ini. Tak terasa akupun sudah lenyap dalam mimpi yang indah pada malam itu. Ya, dibuat indah sajalah...!
Pagi yang berkokok pun terdengar dari luar sana. Kamipun terbangun, sholat dan bersiap untuk kemping yang sesungguhnya.
Kami berempatpun pamitlah kepada empunya rumah. Nuhun atas berkenannya, assalamu ‘alaikum. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih atas semua jamuannya, sungguh semoga itu dibalas dengan balasan yang sebaik balasan. Amin.
Kembali lagi lah kami harus berjalan kaki ke arah yang sama seperti kemarin. Naik lagi kendaraan, sekira lima kilometer, sampailah kami di Leles. Dari sana kamipun menyebrang jalan menuju ke Citiis di Gunung Guntur.
Perjalanannya kelihatan dekat, la wong kelihatan gunungnya kok...!, selangkah demi selangkah kamipun berjalan kaki. Dengan berbekal makanan ringan dan air mineral dari Leles, dan dengan penuh semangat kami maju tak pernah gentar. Melewati beberapa perkampungan, sawah persawahan, kolam kolam milik warga, lalu menanjak menaiki bukit yang pertama. Oh pemandangannya begitu mempesona, Leles dari kejauhan dan perkampungan tadi terlihat mengecil dari sini. Jalannya bervariasi, dari tanah biasa lalu berubah menjadi tanah berpasir. Kamipun terus saja menanjak lagi, dan lagi.
Ya, sejak saat ini, tak akan ada lagi turunan atau pun sekedar tanah datar, semua serba tanjakan semata. Berakhir satu tanjakan, itu adalah awal dari tanjakan berikutnya. Entah sudah berapa tanjakan kami lewati tadi. Sampailah pada satu pos pemberhentian yang pertama. Kamipun sedikit beristirahat disana. Sebab kalau di paksakan lanjut, tak kuatlah kaki ini lagi. Kalau kuat sih sebenarnya kuat, tapi kan kalau berhenti dulu itu akan menjadikan kita sedikit segar lagi. Dan itu kesempatan untuk isi perut dengan cemilan dan air minum.
Perjalanan harus dilanjutkan, tak boleh terlalu lama kami berhenti nanti kapan sampainya dong...?.
Kamipun menguatkan tekad kembali, menuju tanjakan yang sudah menanti,.....lagi.
Satu langkah, dua langkah rasa lunglai masih ada, langkah selanjutnya endorpin dan dopamin sudah mulai muncul lagi, kamipun bisa bersemangat lagi dalam perjalanan kali ini. Dan, sama menanjaknya bahkan lebih menanjak lagi.
Dari tempat ini kami bertambah jumlah personilnya, karena tadi kami bertemu sekelompok anak-anak pra ABG yang juga hendak ke arah yang sama. Jadilah kami berkolaborasi dalam satu rombongan lebih besar lagi. Menuju ke atas, ke Curug Citiis dari Gunung Guntur yang cukup terjal ini.
Jalanan yang kami lalui, beraneka macam-macam, jalan setapak, jalan onroad dan offroad, dan tentu apa saja yang dianggap bisa dilalui oleh manusia. Mengikuti saja jalur sungai mati ini, nanti juga akan sampai ketujuan. Jalannya memang tak bisa dilewati kendaraan lagi.
Bagaimana tidak, jalanannya hanyalah jalan setapak dan juga menyusuri lembah sungai yang nyaris kering. begitu saja jalan yang kami susuri. Jangan khawatir tak sampai, karena tentu ada guide kami. Jadilah kita ikuti saja kemana arah yang ditunjuk beliau.
Sekarang aku mulai menyadari, jarak yang tadi nampak dekat itu, nyatanya ditempuh dengan 6 jam perjalanan. Dari pagi tadi, jam dua-an barulah kami sampai ditempat yang dituju.
Bagaimana tidak, jalanannya hanyalah jalan setapak dan juga menyusuri lembah sungai yang nyaris kering. begitu saja jalan yang kami susuri. Jangan khawatir tak sampai, karena tentu ada guide kami. Jadilah kita ikuti saja kemana arah yang ditunjuk beliau.
Sekarang aku mulai menyadari, jarak yang tadi nampak dekat itu, nyatanya ditempuh dengan 6 jam perjalanan. Dari pagi tadi, jam dua-an barulah kami sampai ditempat yang dituju.
Kamipun melihat-lihat dahulu ke sekitaran curug dan bermain air disana. Ternyata kami bukanlah satu-satunya kelompok yang menuju ke Citiis, banyak kelompok lainnya yang bahkan sudah berkemah disana. Jadinya kami tak bisa memilih lokasi terbaik, tapi lumayan lah strategis. Kamipun mendirikan tenda tak jauh dari lokasi air terjun, bersama kelompok lainnya yang sudah sejak kapan ada disana.
Citiis ini adalah tempat berkemah yang menurut penulis cukup aneh. Sebelah kiri sungai dari bawah sampai puncak sana adalah Gunung yang tandus tanpa pepohonan satupun jua. Namun sebelah kanan dari curug dan sungai Citiis ini malah berupa hutan yang rapat dengan pepohonannya. Bagus dan ajaib bukan...?. Tapi sudahlah, itulah kuasa dan ciptaan Allah Yang Maha Esa. Rasa takjub dan hanya berucap subhaanallah, ruaarrrr biasa.
Satu malam kami lewati dalam keheningan malam, dengan pemandangan dari kerlip lampu listrik dikejauhan dari kabupaten Garut ini, bahkan kota Garutpun bisa dilihat dari sini.
Sungguh luar biasa indahnya. Tak ada yang bisa menutupi pandangan kami disini, kecuali gelapnya malampun hanya membuat cahaya lampu di kejauhan itu jadi kerlap kerlip bagikan bintang gemintang yang menghiasi malam kami.
Sungguh luar biasa indahnya. Tak ada yang bisa menutupi pandangan kami disini, kecuali gelapnya malampun hanya membuat cahaya lampu di kejauhan itu jadi kerlap kerlip bagikan bintang gemintang yang menghiasi malam kami.
Suara binatang kecil, suara binatang lainnya, suara macam-macam muncul dari hutan yang tepat ada disisi atas kemah kami. Mengantar kami kepada pembaringan.
Tapi janganlah terburu-buru dulu, kita masih akan menikmati suasana malam untuk beberapa saat lagi kedepan, dengan bakar-bakar dan api unggun kecil untuk menambah kehangatan pertemanan kami ini.
Citiis memang tiis/dingin airnya, tiis juga udara malamnya.
Dibawah sana, sekelompok orang dari Karawang entah sedang apa. Masih saja berendam dan bermain curug. Kelihatannya mereka adalah kelompok pencari ilmu tertentu, yang kelihatannya sangat gak menarik buatku. Ya, sangat disayangkan diantara kelompok masyarakat kita senyatanya memang masih saja ditemukan para pegiat ilmu kebatinan. Prihatin saja.
Malampun semakin berangsut, dan kamipun lelap dalam pulasnya malam citiis. Zzzzzz......zzzzz.....zzzzz, hanya suara wrrrrr.....wrrrr....grrrr....grrrr, sesekali terdengar dalam antara mimpi dan kenyataan.
Malam ini akan tak bisa dihentikan lagi. Biarkanlah kami dan puluhan lainnya lenyap dalam keheningan yang semakin menjadi dari kaki puncak Gunung Guntur ini.
Pagi Akhirnya Akan Menjelang Juga.
Malam ini akan tak bisa dihentikan lagi. Biarkanlah kami dan puluhan lainnya lenyap dalam keheningan yang semakin menjadi dari kaki puncak Gunung Guntur ini.
Pagi Akhirnya Akan Menjelang Juga.
Pagi menjelang dengan terlalu cepat, tidur yang tadi belumlah cukup rasanya. Mungkin karena lelah dari perjalanan yang kemarin. Mungkin juga karena terlalu lelapnya kami semalam, atau mungkin karena memang tadi kami tidur terlalu larut. Semuanya bisa benar semua.
Ya, itu betul. Kami memang terlalu lelah kemarin, ditambah lagi kami terlalu malam begadang karena menikmati suasananya puncak Citiis, dan juga karena rasa takjub yang kami rasakan dari kebesaran Tuhan yang menghamparkan alam sebegitu indahnya dan luar biasanya.
Dari puncak Citiis ini kami merasa bahwa umat manusia ini tak ada apa-apanya. Kami hanyalah makhluk super kecil, bagaikan setitik butir diantara hamparan bumi yang bisa kami saksikan dari sini.
Benarlah apa yang dikatakan Abu Talib, Dari atas Gunung pandangan manusia bisa menjadi lebih baik, benar, bijak, luas dalam menilai dan memandang...terhadap kehidupan dunia ini. Itu bisa kami rasakan sekarang ini.
Tak heran bila Kanjeng Nabi pun sering berujlah ke atas bukit untuk mencari inspirasi atau menenangkan kegalauan terhadap bangsanya di masa itu yang dipenuhi kejahatan, kejahilan dst. Sehingga kanjeng Nabi menjadi lebih dewasa, berpandangan luas, arif, bijak dan bisa mengenal dirinya, orang lainnya, dn alam semesta ini beserta kenapa dan untuk apa tujuan semua ini ada.
Dari atas ketinggian pegunungan seperti inilah kita bisa benar-benar bisa melihat pandangan langit, bahwa betapa kehidupan kita ini sesungguhnya hanyalah permainan semata, tiada arti, kecil dan sungguh tak berdaya upaya kecuali karena adanya keagungan sang Maha Kuasa yang musti telah menciptakan semua ini tanpa sia-sia.
ah......gemetar rasanya relung hati kami karena semua itu. Sungguh kami terlalu lalai selama ini, terlalu angkuh dst. Padahal disini kita bisa lihat, bahwa manusia itu bagaikan semut-semut yang tak berdaya...lemah dan nihil.
Pagi tak terasa datang, malam tak terasa pergi...
Kami pun bermunculanlah dari balik sarung dan kemah kami, untuk subuh dan untuk persiapan sarapan dan secangkir kopi hangat nanti.
Alhamdulillah kamipun bisa sholat secara berjamaah, diantara tanah yang tidak rata ini.....yang menyakitkan sujud dan duduk kami....alhamdulillah kami masih diberikan sujud yang membuat kami menjadi terasa tenang dan bahagia di hati. Syukur itu, semoga Tuhan mau memaafkan segala salah dan khilaf kami. aamiin.
Ya, itu betul. Kami memang terlalu lelah kemarin, ditambah lagi kami terlalu malam begadang karena menikmati suasananya puncak Citiis, dan juga karena rasa takjub yang kami rasakan dari kebesaran Tuhan yang menghamparkan alam sebegitu indahnya dan luar biasanya.
Dari puncak Citiis ini kami merasa bahwa umat manusia ini tak ada apa-apanya. Kami hanyalah makhluk super kecil, bagaikan setitik butir diantara hamparan bumi yang bisa kami saksikan dari sini.
Benarlah apa yang dikatakan Abu Talib, Dari atas Gunung pandangan manusia bisa menjadi lebih baik, benar, bijak, luas dalam menilai dan memandang...terhadap kehidupan dunia ini. Itu bisa kami rasakan sekarang ini.
Tak heran bila Kanjeng Nabi pun sering berujlah ke atas bukit untuk mencari inspirasi atau menenangkan kegalauan terhadap bangsanya di masa itu yang dipenuhi kejahatan, kejahilan dst. Sehingga kanjeng Nabi menjadi lebih dewasa, berpandangan luas, arif, bijak dan bisa mengenal dirinya, orang lainnya, dn alam semesta ini beserta kenapa dan untuk apa tujuan semua ini ada.
Dari atas ketinggian pegunungan seperti inilah kita bisa benar-benar bisa melihat pandangan langit, bahwa betapa kehidupan kita ini sesungguhnya hanyalah permainan semata, tiada arti, kecil dan sungguh tak berdaya upaya kecuali karena adanya keagungan sang Maha Kuasa yang musti telah menciptakan semua ini tanpa sia-sia.
ah......gemetar rasanya relung hati kami karena semua itu. Sungguh kami terlalu lalai selama ini, terlalu angkuh dst. Padahal disini kita bisa lihat, bahwa manusia itu bagaikan semut-semut yang tak berdaya...lemah dan nihil.
Pagi tak terasa datang, malam tak terasa pergi...
Kami pun bermunculanlah dari balik sarung dan kemah kami, untuk subuh dan untuk persiapan sarapan dan secangkir kopi hangat nanti.
Alhamdulillah kamipun bisa sholat secara berjamaah, diantara tanah yang tidak rata ini.....yang menyakitkan sujud dan duduk kami....alhamdulillah kami masih diberikan sujud yang membuat kami menjadi terasa tenang dan bahagia di hati. Syukur itu, semoga Tuhan mau memaafkan segala salah dan khilaf kami. aamiin.
Secangkir kopi hitam membawa kami kepada pagi yang cemerlang. Bait-bait lagu dan puisi kami lantunkan bersama embun dan kilauan mentari yang mulai nampak dari celah hamparan bukit dan gunung di tatar Garut, Sumedang, Majalengka, Ciamis dan Kuningan yang bisa kita lihat jauh di batas cakrawala sana. Gunung Ciremai, Gunung Cikurai dll.
Pagi semakin nyata, hari akan segera memulai aktifitasnya kembali. Arang sisa semalam, dan se kastrol nasi liwet menjadi pembuka hari yang sempurna. Nasi lalaban, ikan asin dan sambal adalah satu menu yang paling cocok untuk pagi yang sedingin ini. Tapi yang terhidang hanyalah bubur dan lain-lain. Rupanya itu pilihan menu yang dibuatkan chef kami kali ini.... cocok sekali untuk hari yang baru dimuli seperti sekarang.
Pemandangan didepan kemah kami adalah hamparan bumi, bukit-bukit dan pegunungan dan juga kampung-kampung yang terlihat kecil dan juga semua itu seperti miniatur semata yang terletak tepat nun jauh di bawah sana. Dibawah tumit dan mata kaki kami. Itulah yang sering kita banggakan selama ini, ternyata hanyalah sesuatu yang kecil tiada arti apa-apa jika kita melihatnya dari ketinggian seperti ini.
Haripun secara resmi dimulai lagi sejak sekarang.
(Ini adalah hari kedua dimana kami berkemah di Citiis ini).
Hari kemarin kami gak ceritakan disini....
Satu hari yang kami hilangkan.........yang kami pikir tak perlu semua nya juga kami cerita. Biarlah kalian yang penasaran bisa datang sendiri, berkemah di Citiis ini...bermain air disungainya, dicurugnya dll.
Kembali ke dalam kenyataan hidup, perjuangan, perjalanan, pengorbanan, pekerjaan dst. Umat manusia terlihat mulai ramai di kejauhan, mobil terlihat berjalan lambat di kejauhan sana pertanda ini hari memang benar sudah dimulai kembali.
Dan ini hari akan sangat bagus buat kami di sini untuk segera memulai mencari pemandangan lainnya, menikmati kebesaran penciptaanNya dst.... mengexplore setiap sudut yang ada di Citiis ini, dan itu bukan saja oleh kami yang dari kemarin disini, menikmati alam ini. Tetapi juga puluhan lainnya yang datang dan pergi menuruti niatnya masing-masing.
Dihari ini banyak bermunculan kelompok lainnya juga dari Jakarta, bahkan dari India dan Amerika, dari Karawang, dari Garut, dari Bandung dll.....
Dari Amerika...?
Dari India...?
ah yang bener...?,
Benar sekali kawan...!,
Ada juga hiker atau yang melakukan hiking dari Negeri seberang sana. Kami memang berjumpa dengan dua orang pelancong berbangsa India dan Amerika.
Sayang sekali mereka nampaknya ketakutan bertemu kita, maklum saat ini sedang hot kasus teroris, pemboman Bali dll.
Mungkin kami dikiranya bukan orang baik-baik, mungkin mereka mengira kami juga sama saja seperti teroris atau gerombolan lainnya yang biasa berkopiah atau berpakaian sarung.
Terlalu kan, masa ustadz seperti kami dianggap teroris....?, kemana saja kau bang haji....?
Terlalu......... kata bang haji Roma ....
Pagi semakin nyata, hari akan segera memulai aktifitasnya kembali. Arang sisa semalam, dan se kastrol nasi liwet menjadi pembuka hari yang sempurna. Nasi lalaban, ikan asin dan sambal adalah satu menu yang paling cocok untuk pagi yang sedingin ini. Tapi yang terhidang hanyalah bubur dan lain-lain. Rupanya itu pilihan menu yang dibuatkan chef kami kali ini.... cocok sekali untuk hari yang baru dimuli seperti sekarang.
Pemandangan didepan kemah kami adalah hamparan bumi, bukit-bukit dan pegunungan dan juga kampung-kampung yang terlihat kecil dan juga semua itu seperti miniatur semata yang terletak tepat nun jauh di bawah sana. Dibawah tumit dan mata kaki kami. Itulah yang sering kita banggakan selama ini, ternyata hanyalah sesuatu yang kecil tiada arti apa-apa jika kita melihatnya dari ketinggian seperti ini.
Haripun secara resmi dimulai lagi sejak sekarang.
(Ini adalah hari kedua dimana kami berkemah di Citiis ini).
Hari kemarin kami gak ceritakan disini....
Satu hari yang kami hilangkan.........yang kami pikir tak perlu semua nya juga kami cerita. Biarlah kalian yang penasaran bisa datang sendiri, berkemah di Citiis ini...bermain air disungainya, dicurugnya dll.
Kembali ke dalam kenyataan hidup, perjuangan, perjalanan, pengorbanan, pekerjaan dst. Umat manusia terlihat mulai ramai di kejauhan, mobil terlihat berjalan lambat di kejauhan sana pertanda ini hari memang benar sudah dimulai kembali.
Dan ini hari akan sangat bagus buat kami di sini untuk segera memulai mencari pemandangan lainnya, menikmati kebesaran penciptaanNya dst.... mengexplore setiap sudut yang ada di Citiis ini, dan itu bukan saja oleh kami yang dari kemarin disini, menikmati alam ini. Tetapi juga puluhan lainnya yang datang dan pergi menuruti niatnya masing-masing.
Dihari ini banyak bermunculan kelompok lainnya juga dari Jakarta, bahkan dari India dan Amerika, dari Karawang, dari Garut, dari Bandung dll.....
Dari Amerika...?
Dari India...?
ah yang bener...?,
Benar sekali kawan...!,
Ada juga hiker atau yang melakukan hiking dari Negeri seberang sana. Kami memang berjumpa dengan dua orang pelancong berbangsa India dan Amerika.
Sayang sekali mereka nampaknya ketakutan bertemu kita, maklum saat ini sedang hot kasus teroris, pemboman Bali dll.
Mungkin kami dikiranya bukan orang baik-baik, mungkin mereka mengira kami juga sama saja seperti teroris atau gerombolan lainnya yang biasa berkopiah atau berpakaian sarung.
Terlalu kan, masa ustadz seperti kami dianggap teroris....?, kemana saja kau bang haji....?
Terlalu......... kata bang haji Roma ....
Ya sudahlah, kasihan juga ke mereka, harusnya mereka itu bisa lebih lama menikmati alam disini. Tetapi nampaknya mereka cukup terganggu oleh kita. Mungkin mereka anggap kebaikan kita itu, sebagai ada maunya.
Ya sudahlah namanya juga beda adat, beda kebudayaan. Apa yang kita anggap biasa dan baik, belum tentu buat mereka. Mungkin di Amerika sana, sudah terbiasa cuek dan tanpa saling menolong, sehingga ketika kami menawaran bantuan ke mereka dianggapnya dengan hal lainnya. Padahal, kami gak bermaksud minta bayaran kok...!, kami fure hanya coba menunjukkan kemana jalan menuju curug yang ada dibalik pepohonan dan lembah itu. Sudah itu saja. Sebab kan kasihan sudah jauh mereka datang kesini, tetapi tak semua curug bisa mereka kunjungi dan nikmati.
Tapi sudahlah mungkin juga kami salah paham, mungkin juga mereka memang tak tertarik dengan curug lainnya, dan mereka pun pergi dengan cepatnya ke bawah sana. mungkin gak sampai sejam saja mereka disini.
Kami sungguh menyesal telah mencoba seramah itu, mungkin akan lebih baik jika kami biarkan saja merea dengan keinginan mereka sendiri. Gak usah kita ikut sibuk pula memberi tahu dll.
Ah...itu adalah penyesalan terbesar di abad ini.
Wow....berlebihan sekali kau Roma...?????
Ya sudahlah namanya juga beda adat, beda kebudayaan. Apa yang kita anggap biasa dan baik, belum tentu buat mereka. Mungkin di Amerika sana, sudah terbiasa cuek dan tanpa saling menolong, sehingga ketika kami menawaran bantuan ke mereka dianggapnya dengan hal lainnya. Padahal, kami gak bermaksud minta bayaran kok...!, kami fure hanya coba menunjukkan kemana jalan menuju curug yang ada dibalik pepohonan dan lembah itu. Sudah itu saja. Sebab kan kasihan sudah jauh mereka datang kesini, tetapi tak semua curug bisa mereka kunjungi dan nikmati.
Tapi sudahlah mungkin juga kami salah paham, mungkin juga mereka memang tak tertarik dengan curug lainnya, dan mereka pun pergi dengan cepatnya ke bawah sana. mungkin gak sampai sejam saja mereka disini.
Kami sungguh menyesal telah mencoba seramah itu, mungkin akan lebih baik jika kami biarkan saja merea dengan keinginan mereka sendiri. Gak usah kita ikut sibuk pula memberi tahu dll.
Ah...itu adalah penyesalan terbesar di abad ini.
Wow....berlebihan sekali kau Roma...?????
Tapi dalam kesan kami sih gak lah seburuk itu, kami bahkan sempat berbincang ngobrol ngalor ngidul dengan senang hati dan kami cukup tramah epada mereka dan mereka pun terlihat senang atas keramahan kami itu. Kami wellcome, terbuka, ramah dan kamipun ketawa dll,, semua baik-baik saja kok. Ternyata mereka adalahsiswa yang belajar dalam program pertukaran pelajar antara Indonesia dengan India dan Amerika dll. yang kini mereka sedang menimba ilmu di kota Bandung.
Ya kami coba ngobrol, berbicara dengan menggunakan kosa kata yang kita pelajari semasa SMP atau SMA dulu. Welcome, good morning, how are you, where do you come from...?.
what are u doing....dll..
Buatku, kepergian mereka yang begitu cepat, secepat kedatangan mereka adalah sesuatu yang paling terasa dosanya selama hari ini. Kasihan mereka harusnya mereka bisa lebih menikmati suguhan alam di sini dst.
Sisi lain dari Gunung Guntur, indah cak...!!
dan luar biasanya kok bisa-bisanya mereka yang datang dari anak benua sana, dari Amerika sana bisa sampai ke Gunung yang entah dari mana mereka punya dapat referensinya. Bahkan ke Citiis ini, yang merupakan gunung yang jauh dan tinggi.
Aku salut dengan mereka...sungguh mereka punya semangat berpetualang, keingin tahuan yang tinggi, aktivitas yang tinggi, kuat, dan berani, padahal mereka hanya berdua dan juga mereka perempuan yang untuk orang Indonesia sendiri saya kira jarang seperti mereka....
pergi ke gunung hanya berdua loh...!!!, jalan kaki yang kami saja kemarin ditempuh dalam waktu 6 jam bisa sampai Citiis ini.
Tak terasa hari semakin terik, ditambah panas dari pasir yang ada disekitar kami. Malam yang kedua ini kami berkemah disini, di sisi lain dari Citiis.
Dua malam sudah kami berkemah di Citiis, ada juga kelompok dari pecinta alam MAPALA Trisakti Jakarta yang baru turun dari puncak Guntur sana. Mereka berjalan dengan sangat kencang sekali, sepertinya mereka memang sudah terlatih untuk menjadi penakluk gunung. Padahal bukan hanya pria, bahkan juga para wanitanya. Mereka begitu gesit dan sangat cekatan. Itu luar biasa, padahal bawaan mereka itu lebih banyak dibanding bawaan kami. Tas dan rangsel mereka besar-besar dan berat, tapi itu bukan beban berarti buat mereka, its easy and not be so heavy, any way...!, i think so...!, bener gak yah inggrisnya...ah yang penting ngomong aja ya kan...?, namanya juga bukan orang inggris kok, kalau salah juga gak ada yang marah.
Itulah mungkin bagaimana kami menjalani dua hari di Citiis, penuh kenangan dan kapan lagi ya.....?..
Pemandangan di Gunung Guntur
Hari menuju siang yang saatnya kami turun dan pulang. Kali ini kami tak lagi menuruni jalan yang seperti ketika kami datang.
Kami pilih jalan lain yang ternyata ini adalah jalur yang lebih dekat dibanding kemarin.
Jalur yang juga dipakai para turis yang kami ceritakan tadi.
Jalan ini menuju penambangan pasir, terasa kali ini tak terlalu lama kami bisa melaluinya. Dan apalagi kita bisa numpang truk pasir untuk bisa mempercepat sampai ke jalan raya.
Demikian saja cerita kemping kali ini, terima kasih telah membacanya.
Pemandangan di Gunung Guntur
Hari menuju siang yang saatnya kami turun dan pulang. Kali ini kami tak lagi menuruni jalan yang seperti ketika kami datang.
Kami pilih jalan lain yang ternyata ini adalah jalur yang lebih dekat dibanding kemarin.
Jalur yang juga dipakai para turis yang kami ceritakan tadi.
Jalan ini menuju penambangan pasir, terasa kali ini tak terlalu lama kami bisa melaluinya. Dan apalagi kita bisa numpang truk pasir untuk bisa mempercepat sampai ke jalan raya.
Demikian saja cerita kemping kali ini, terima kasih telah membacanya.
Wassalam...
Note :
# I hope, mereka bisa baca tulisn ini, cerita ini dan melihat photo yang kami buat ini. Semoga itu menjdi kenangan buat mereka.
# ini zaman photo afdruk loh, bukan photo digital.
# Buat teman-teman, kapanlagi kita bisa kemping ya....????
# Cerita ini telah diempurnakan lagi, hari ini 09 Februari 2019
# Ini adalah perjalanan kemping kami di tahun 2007 an....13 tahun yang lalu
Note :
# I hope, mereka bisa baca tulisn ini, cerita ini dan melihat photo yang kami buat ini. Semoga itu menjdi kenangan buat mereka.
# ini zaman photo afdruk loh, bukan photo digital.
# Buat teman-teman, kapanlagi kita bisa kemping ya....????
# Cerita ini telah diempurnakan lagi, hari ini 09 Februari 2019
# Ini adalah perjalanan kemping kami di tahun 2007 an....13 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar