Aku gak bisa bohong dan aku juga gak boleh bohong. Bermain motor adalah satu kesukaan tersendiri. Kalau mungkin dikatakan itu adalah satu hoby yang terlanjur disukai. Bandung Cornering Lovers mungkin, tapi sayang di kota ini di Bandung Raya ini belum ada satu Sirkuit yang memadai. Kalaupun ada di cimahi, itu masih belum bisa disebut sebagai Sirkuit sebab pinggirannya masih terbuat dari tembok atau kanstin sehingga bisa membahayakan para riders.
Maka tak ada cara lain selain menyambangi Sirkuit diluar kota. Subanglah yang paling dekat. Lumayan 1.5 sd 2 jam perlu waktu untuk sampai ke sana. Walaupun begitu, walaupun jauh tapi syukurnya adalah jalan lintas Bandung ke Utara itu cukup indah dan juga sejuk. Jadinya itu adalah satu perjalanan yang istimewa juga.
Back To Sirkuit (i hate slow)
Subang, 24 Februari 2019
Memang semakin sini, kawasan Bandung Utara semakin sumpek, penuh manusia dan jalanan juga penuh dengan kendaraan. Muzdahiim ziddan..., macet sekali. Tapi kalau berangkat di Minggu pagi insya Allah jalanan masih cukup lengang, hanya dibeberapa titik saja yang mungkin ada keramaian. Contoh Dago yang car free day atau kawasan Gasibu yang ditutup tentu membuat perjalanan harus sedikit memutar-mutar.
Dari Gatsu, belok ke kanan menuju Laswi. Dari Laswi lurus terus meliwati simpang Ahmad Yani ke arah jalan Martanegara. Nanti di simpang Masjid Al-Ukhuwah belok kanan saja menuju belakang Gedung Sate karya yang monumental itu yang setiap minggu selalu dipadati para pengunjung itu. Lalu kemudian nanti belok kanan di simpang Dipenogoro menuju ke arah Dago. Nah dari Dago ini ada dua pilihan mau lanjut lewat atas ke Cipaganti atau lewat bawah ke arah Tamansari.
Dari Tamansari kita ikuti saja jalannya, hingga meliwati Kebon Binatang Bandung dan juga ITB, itu sedikit memutar tentu tetapi kalau lewat jalan ini di Minggu pagi tentu akan menyegarkan udaranya. Nah di simpang jalan di ujung jalan ini kita tinggal pilih, kalau ke kiri itu akan menuju Cipaganti atau Ciumbuleuit dan kalau ke kanan itu menuju simpang Dago lalu belok ke kiri menuju Dago Atas.
Nah dari terminal Dago ini tak jauh ada jalan yang belok ke kiri, turun cukup “nurugtug”, itu adalah jalan menuju komplek Ir. Ciputra dan ikuti saja jalannya sehingga nanti akan sampai di jalan Punclut juga. Nah disimpang punclut ini belok kanan saja menuju ke arah Lembang. Ikuti saja jalan tersebut yang nanjak sekali. Ingat bebrapa kendaraan biasanya gak kuat menanjak disini terutama yang gak biasa atau motor metic yang boncengannya berat tentu hati-hati saja karena biasanya harus turun dan jalan kaki.
Sampai kemudian di puncak bukit, nah jalan akan menjadi turun untuk sampai di dataran tinggi kota Lembang yang “kakoncara” ke seluruh dunia ini. Kota Lembang yang bernuansa udara pegunungan, mungkin gak terlalu jauh seperti di dataran Eropa sana udaranya sejuk nan semilir angin.
Memang sih, ini tak seperti dulu lagi. Tak sedingin dahoeloe kala. Akibat dari ledakan penduduk tentunya, sehingga telah merambah kepada hutan-hutan sehingga hutan makin berkurang setiap tahunnya.
Nah, di Jalan Cijeruk ini kita boleh berhenti dulu untuk sarapan pagi. Ada Tahu Susu yang cukup terkenal disana, misalnya Tahu Tauhid ini rasanya enak bersaing. Bahkan dalam beberapa hal, ini boleh dibilang mengalahkan Tahu Sumedang juga. satu porsi dengan dua ikat lontong adalah 20 rebu dengan sebelas buah Tahu. Itu cukup untuk awal hari yang terlalu dini ini.
Sudah turun air minum dan konsentrasi sudah muncul kembali tentu bisa mulai lanjut perjalanannya. Melewati Alun-alun Lembang belok kiri dan itu akan menuju ke kawasan Cikole dan juga daerah-daerah wisata lainnya. di tanjakan Cikole ini adalah satu kebahagiaan tersendiri bisa membetot gas motor dengan cukup kencang sebab itu akan terasa adem dengan semilirnya udara yang sejuk dan juga keteduhan pepohonan yang cukup rindang disisi kiri dan kanan sehingga tanjakan yang bermagnet ini adalah puncak dari jalan yang menuju ke Subang. Mulai pertigaan jalan masuk ke Tangkuban Perahu maka jalan akan semuanya tentang turunan dan belokan-belokan yang mempesona disana.
Entah sedang memikirkan apa aku ini, mungkin bebrapa rasa hati masih berada di jalan Cikole tadi atau mungkin beberapa rasa hati sudah berada didepan sana di perkebunan teh yang indah ini atau entah gimana kejadiannya. Tiba-tiba didepan sana ada sebuah motor yang nyebrang jalan dan kemudian praaakk...motor didepanku menabraknya. Aku sungguh gak siap untuk menghinda atau segera mengerem dengan kencang sebab ini sudah terlambat. Ya sudah akupun ikut menabrak mereka berdua. Jadilah tiga buah motor bergelompangan di tengah jalan.
Segera saja aku bangun, dan menyetop barangkali ada kendaraan dibelakangku. Alhamdulillah tak ada yang dekat, sehingga kami tak tertabrak lagi.
Untungnya adalah aku berkendara belum dengan keadaan sepenuh hati, masih sedikit pelan disini. Sehingga tabrakan ini tak terlalu keras, dan alhamdulillah aku baik-baik saja. Tapi korban yang pertama tadi tentu cukup kesakitan sebab selain dia menabrak motor didepan, juga tertabrak oleh ban motorku. Ah, tentu saja ini adalah bukan kesengajaan. Yang tabrakan mereka berdua, sementara aku adalah ikutan juga tabrakan beruntun ini.
Wah untungnya juga di kawasan tanjakan ini dipagi minggu selalu ramai pengunjung yang sedang santai-santai di warung-warung dll. sehingga mereka segera saja berhamburan menolong kami. Tentu terima kasih atas bantuan mereka.
Sudah saling memaafkan, maka akupun lanjut saja dengan ada sedikit yang terasa di kaki dan tangan. Tapi itu hanya benturan kecil, gpp.
Tentu saja aku semakin berhati-hati lagi membawa motornya. Masih teringat saja tabrakan barusan itu, sehingga benar-benar membawa motor menjadi seperti seorang pemula lagi. Pelan-pelan saja.
Tentu saja lah masih ada rasa khawatir atau sedikit trauma tadi. Sehingga kemudian aku berhenti dulu saja untuk menggunakan protektor di kaki dan lengan. Ternyata jaga-jaga itu adalah penting, ternyata walaupun kita gak niat ngebut, pelindung tubuh itu tetap diperlukan sebab segala kejadian yang didepan sana kita tidak pernah mengetahuinya.
Astaghfirullah al adziim, mungkin aku tadi lupa berdo’a dulu. Bismillahi tawakaltu ‘alallahi, la haula walaa quwwataa illa billahil ‘aliyyil ‘adziim. Bismillahi majreeha wamursahaa.
Mungkin tadi aku lupa.
Tak terasa sudah sampai di batas kota Subang, alhamdulillah rasa trauma tadi sudah berangsur pulih.
Aku berhenti dulu ditengah kota untuk ganti nitrogen dan mengencangkan rantainya supaya motor akan lebih responsip nanti. Ganti angin gratis, tapi mengencangkan rantai tak boleh jadi ikut gratis. Gak lah justru aku sengaja mengencangkan rantai ini disini supaya aku bisa bayar untuk jasa pekerjanya. Makasih ya.
Biasanya memang aku gak lewat tengah kota ini, tapi belok kiri ke arah Kalijati dan nanti disana itu ada jalan yang menuju ke Sirkuitnya. Itu memang sedikit berputar-putar dan banyak persimpangan. Kalau belum tahu betul tentu bisa kesasar juga. Beda kalau lewat kota ini, kita tinggal lurus saja sampai kemudian kita belok di simpang terakhir yang menuju ke Terminal Subang. Nah di sekitaran terminal itulah letak adanya Sirkuit yang ku maksudkan kali ini.
Jam sudah sekira 10 lebih waktu Subang. Ini memang cukup terlambat. Terlalu siang tadi aku berangkat. Kesini tentu butuh sekira dua jam termasuk sarapan dan juga isi bensin ya lebih dari dua jam akhirnya.
Datang di Sirkuit, tak ada waktu untuk istirahat lagi. Hanya prepare kendaraan sedikit dan siap saja ke lintasan.
Putaran pertama, adalah konsolidasi. Putaran kedua adalah adaptasi. Putaran ketiga adalah normalisasi. Putaran ke empat adalah mencari keseimbangan.
Konsolidasi antara hati, kendaraan dan juga lintasan. Mencari tahu keadaaan lintasan, menghapal kan racing line juga. dan kemudian improvisasi dengan berbagai sudut cornering. Itulah hal yang kita lakukan supaya nanti tidak “atog-atogan”.
Sesi satu ini mungkin akan menghabiskan 10 atau duapuluh putaran. Ya kurang lebih 15-20 menit sudah cukup. Jangan harap akan langsung mendapat putaran yang bagus. Sushu ban, perasaan dan adrenalin tentu masih meraba-raba dulu. Gak bisa langsung ngacir.
Nah, sudah cukup lelah. Saatnya rehat dulu. Mendinginkan mesin kendaraan, dan kalau ahli utak-atik motor tentu utak atik dulu beberapa hal. Entah itu angin, entah itu, sock breaker, entah itu ECU, entah itu ganti ban dll. Mungkin seperti itu kalau mereka sekelas pembalap sungguhan. Kalau aku sih gak ada yang diutak atik, just only original as the Fabrication allowing for this bike. Kurang lebih seperti itu. Yang penting no smoking, no painting and wellcome to the race.
Ah teuing....
Istirahat, 15-20 menit akan cukup untuk minum dan bisa segar kembali. Waktunya untuk session ke dua. Ini akan lebih beradrenalin tentu. Mungkin 20-30 menit kedepan.
Ban sudah sterasa lebih napak sekarang. Kita bisa merasakan kepotan ban dan juga kendaraan ini, irama antara kendaraan dan pengendara harus saling mengisi. Kamu seimbangkan gerakan kamu, kamu seimbangkan gerakan kendaraan baik roda depan maupun roda belakang. Kamu ikuti nalurimu dan juga kamu ikuti typikal motornya, sehingga kamu bisa menari-nari diatas lintasan dengan se nyaman mungkin. Kalau sudah bisa seirama begitu tentu kamu akan merasa cukup punya rasa percaya diri menggeber motornya. Kamu bisa tambah speednya, kamu bisa improve juga gaya membalapnya dan akhirnya kamu akan merasa sangat senang berada di sana.
Waktu memang menjadi tidak terasa, adzan dzuhur akan segera tiba. Sirkuit dihentikan untuk sementara, untuk adzan, menghormati orang sholat disana.
Rancana masih ada satu session lagi setelah rehat ini. Sebab jadwalnya jam 13.30 rombongan CCB akan kembali ke Bandung. Ada enam atau tujuh orang dikesempatan kali ini, biasanya sih lebih dari sepuluh orang lah. Sehingga kali ini terasa sepi tentunya.
Nah session ke tiga akhirnya dimulai. Aku sudah siap untuk memacu lebih kencang lagi. Apalagi di siang ini para pengendara sudah semakin ramai. Sehingga itu akan membantu juga dalam meningkatkan performa berkendara. Bisa melihat cara mereka menikung, bisa belajar cara mereka membawa motor dan kita juga bisa mencoba berkejar-kejaran dengan mereka selayaknya dalam satu perlombaan.
Itu berguna sebagai simulasi balap juga, walau tentu ini main-main semata. Terasa bedanya dibanding sesi ke satu atau ke dua, disesi ke tiga ini motor dan aku bisa lebih maksimal lagi. Ban semakin lengket di aspal, gerakan berkendara juga semakin terasa homogen. Artinya, kecepatan bisa lebih baik lagi. Dan berbagai improvement bisa dilakukan lagi sehingga akhirnya ini adalah satu tambahan jam terbang yang bisa meningkatkan skill dan juga pemahaman dalam berkendara pada umumnya. Semakin mengenal motor dan lintasan juga, semakin mengenal berbagai cara-cara dan contoh-contoh juga. Dus, semua itu adalah ilmu yang kudapat di hari ini.
Sekian,
Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Tank to CCB and friends...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar