EDISI GARUT “the PROVINCE”
Curug Sanghyang Taraje...
Berlokasi di kampung Kombongan, curug ini berada di bawah lembah, sehingga untuk sampai kesana kita harus menuruni jalan setapak yang menurun dengan anak tangga yang tentu banyak sekali.
Jalan menuju ke Curug ini adalah dari Garut menuju kecamatan Cikajang.
Dari Cikajang kita belok ke kanan ke arah Bungbulang. Terus saja ikuti jalan tersebut, melewati komplek TNI, melewati perkebunan Rakyat, perkampungan-perkampungan dan juga tibalah kita nanti di sebuah perkebunan teh yang aduhai....
Perkebunan yang terlihat beda dari yang pernah kita lihat di tempat lainnya. Tentu saja karena alam disini juga tentu tak sama dengan alam di tempat lainnya.
Nah, dari perkebunan tersebut, kita masih harus terus melaju menurun ke Arah kecamatan Pamulihan.
Dari Cikajang kita belok ke kanan ke arah Bungbulang. Terus saja ikuti jalan tersebut, melewati komplek TNI, melewati perkebunan Rakyat, perkampungan-perkampungan dan juga tibalah kita nanti di sebuah perkebunan teh yang aduhai....
Perkebunan yang terlihat beda dari yang pernah kita lihat di tempat lainnya. Tentu saja karena alam disini juga tentu tak sama dengan alam di tempat lainnya.
Nah, dari perkebunan tersebut, kita masih harus terus melaju menurun ke Arah kecamatan Pamulihan.
Pamulihan
Jarak dari Cikajang ke Kampun Kombongan sekira, 20-30 km. Nanti di kecamatan Pamulihan kita tanya saja mana jalan ke Curug Sanghyang Taraja di desa Pakenjeng. Tentu warga sekitar Pamulihan akan menunjukkan arah ke Kanan lalu turun saja melewati jalan perkampungan tersebut, melewati kebun-kebun, beberapa sawah yang terasering dengan bebatuan yang memperindah pemandangan. Maka, tak lam lagi kita akan sampai di Kombongan.
Di kampung tersebut, penulis sebenarnya sedang ada tugas pekerjaan, yaitu pekerjaan Listrik Desa (LISDES) tahun 2017-2018 ini.
Sebenarnya ini hanya membantu teman saja, yang kiranya dia butuh tenaga bantuan saya. Maka dengan senang hati tentu saja penulis bisa membantu pekerjaan tersebut. Karena selain ini adalah tugas pekerjaan, juga karena bagi penulis pekerjaan di perkampungan adalah sangat menyenangkan. "Herang panon tiis ceuli kawan...!!!"
Jarak dari Cikajang ke Kampun Kombongan sekira, 20-30 km. Nanti di kecamatan Pamulihan kita tanya saja mana jalan ke Curug Sanghyang Taraja di desa Pakenjeng. Tentu warga sekitar Pamulihan akan menunjukkan arah ke Kanan lalu turun saja melewati jalan perkampungan tersebut, melewati kebun-kebun, beberapa sawah yang terasering dengan bebatuan yang memperindah pemandangan. Maka, tak lam lagi kita akan sampai di Kombongan.
Di kampung tersebut, penulis sebenarnya sedang ada tugas pekerjaan, yaitu pekerjaan Listrik Desa (LISDES) tahun 2017-2018 ini.
Sebenarnya ini hanya membantu teman saja, yang kiranya dia butuh tenaga bantuan saya. Maka dengan senang hati tentu saja penulis bisa membantu pekerjaan tersebut. Karena selain ini adalah tugas pekerjaan, juga karena bagi penulis pekerjaan di perkampungan adalah sangat menyenangkan. "Herang panon tiis ceuli kawan...!!!"
Kampung Kombongan
Di kampung Kombongan itulah tempatnya berada. Ini jalan sangat menurun sekali, ruksak dan kecil. Pas pulangnya nanti tentu kita harus menaiki jalan yang nanjak sangat panjang dan ekstrim.......sebab ketika kita datang tadi....kita juga menuruni jalan tersebut yang terlihat sanagt "mudun"/menurun, "nurugtug" dan selain itu disamping kanannya berupa jurang yang cukup sangat dalam....itu cukup harus berhati-hati meliwatinya. Apalagi kondisi jalanan juga sangat hancur, terutama di bagian yeng lebih bawahnya tadi. Itu kendaraan bagus sangat disayangkan jika harus melewati jalan ini.*
Entahlah mungkin tahun depan, atau tahun berapa jalan ini akan diperbaiki lagi. semoga saja Pemerintah punya cukup dana dan niat yang kuat untuk memperbaikinya. ya, semoga.
Jangan pula dibayangkan bahwa jalan disini lebar, berhotmix dst. Itu sama sekali salah besar. Justru sebaliknya, selain ruksak parah, jalan ke sini juga sangat kecil hanya cukup satu kendaraan, dan jika harus berpapasan maka tentu harus mencari lokasi yang lebih lebar untuk dapat saling melewatinya.
Jalan ini akan terus menurun, sampai kemudian kita tiba di perkampungan pertama, atau tepatnya beberapa rumah atau warung penduduk yang dekat dengan pintu masuk menuju kawasan Curug Sanghyang Taraje..........
Dari atas jalan ini, curug itu sudah bisa kita lihat. Untuk lebih dekatnya tentu kita harus turun, melewati bibir bukit, menuruni jalan setapak sehingga sampai ke Curug dan sungai yang mengalir deras di musim hujan seperti sekarang ini.
Hanya persawahan, kebun-kebun, hutan-hutan dan juga embun atau kabut yang menemani kita disini. Selebihnya adalah sepi, tak ada keramaian, tak ada mall, tak ada hotel, tak ada juga jalan yang macet dengan mobil dan motor.
Hanya ada beberapa motor yang terlihat terparkir disana, pertanda ada beberapa pengunjung yang sedang ada di bawah sana.
Tapi kami tak akan turun disana, kita masih akan maju ke kampung berikutnya, atau ke beberapa rumah warga berikutnya. Itu adalah melewati jalan yang sama ruksak, hanya berupa bebatuan yang di susun, terus becek karena jalan gak rata lagi, dan juga tak ada ojek....
Tetapi seperti saya bilang tadi, ini adalah perjalanan yang aku suka. Ini lebih aku sukai jika harus, tidak harus. Gak ah.........semua soalnya aku suka sih...!...Perjalanan itu adalah selalu menyenangkan...selalu membawa pengalaman baru, dst.
Langsung saja aku turun dan mulai bekerja. Beberapa iang listrik sudah berdiri, kabelnya juga sudah terpasang, mungkin beberapa lama lagi itu akan segera nyala...akan segera disambungkan dengan jaringan yang sudah terlebih dulu ada.
Aku harus menuruni jalan-jalan gang perkampungan yang tidak rata disini, ini adalah sebuah perkampungan yang berada di gawir-gawir perbukitan jadinya tentu saja jalan-jalannya akan berupa gang atau jalan yang naik atau turun. Turun dan naik dengan cukup curam, karena berupa gawir-gawir yang juga cukup miring dengan kemiringan yang atap rumah di bawah adalah sejajar dengan halaman rumah diatasnya atau bahkan lebih.
Dan seperti itulah mayoritasnya, kondisi disini. Hanya sedikit bagian perkampungan yang tanahnya lebih rata.
Di kampung Kombongan itulah tempatnya berada. Ini jalan sangat menurun sekali, ruksak dan kecil. Pas pulangnya nanti tentu kita harus menaiki jalan yang nanjak sangat panjang dan ekstrim.......sebab ketika kita datang tadi....kita juga menuruni jalan tersebut yang terlihat sanagt "mudun"/menurun, "nurugtug" dan selain itu disamping kanannya berupa jurang yang cukup sangat dalam....itu cukup harus berhati-hati meliwatinya. Apalagi kondisi jalanan juga sangat hancur, terutama di bagian yeng lebih bawahnya tadi. Itu kendaraan bagus sangat disayangkan jika harus melewati jalan ini.*
Entahlah mungkin tahun depan, atau tahun berapa jalan ini akan diperbaiki lagi. semoga saja Pemerintah punya cukup dana dan niat yang kuat untuk memperbaikinya. ya, semoga.
Jangan pula dibayangkan bahwa jalan disini lebar, berhotmix dst. Itu sama sekali salah besar. Justru sebaliknya, selain ruksak parah, jalan ke sini juga sangat kecil hanya cukup satu kendaraan, dan jika harus berpapasan maka tentu harus mencari lokasi yang lebih lebar untuk dapat saling melewatinya.
Jalan ini akan terus menurun, sampai kemudian kita tiba di perkampungan pertama, atau tepatnya beberapa rumah atau warung penduduk yang dekat dengan pintu masuk menuju kawasan Curug Sanghyang Taraje..........
Dari atas jalan ini, curug itu sudah bisa kita lihat. Untuk lebih dekatnya tentu kita harus turun, melewati bibir bukit, menuruni jalan setapak sehingga sampai ke Curug dan sungai yang mengalir deras di musim hujan seperti sekarang ini.
Hanya persawahan, kebun-kebun, hutan-hutan dan juga embun atau kabut yang menemani kita disini. Selebihnya adalah sepi, tak ada keramaian, tak ada mall, tak ada hotel, tak ada juga jalan yang macet dengan mobil dan motor.
Hanya ada beberapa motor yang terlihat terparkir disana, pertanda ada beberapa pengunjung yang sedang ada di bawah sana.
Tapi kami tak akan turun disana, kita masih akan maju ke kampung berikutnya, atau ke beberapa rumah warga berikutnya. Itu adalah melewati jalan yang sama ruksak, hanya berupa bebatuan yang di susun, terus becek karena jalan gak rata lagi, dan juga tak ada ojek....
Tetapi seperti saya bilang tadi, ini adalah perjalanan yang aku suka. Ini lebih aku sukai jika harus, tidak harus. Gak ah.........semua soalnya aku suka sih...!...Perjalanan itu adalah selalu menyenangkan...selalu membawa pengalaman baru, dst.
Langsung saja aku turun dan mulai bekerja. Beberapa iang listrik sudah berdiri, kabelnya juga sudah terpasang, mungkin beberapa lama lagi itu akan segera nyala...akan segera disambungkan dengan jaringan yang sudah terlebih dulu ada.
Aku harus menuruni jalan-jalan gang perkampungan yang tidak rata disini, ini adalah sebuah perkampungan yang berada di gawir-gawir perbukitan jadinya tentu saja jalan-jalannya akan berupa gang atau jalan yang naik atau turun. Turun dan naik dengan cukup curam, karena berupa gawir-gawir yang juga cukup miring dengan kemiringan yang atap rumah di bawah adalah sejajar dengan halaman rumah diatasnya atau bahkan lebih.
Dan seperti itulah mayoritasnya, kondisi disini. Hanya sedikit bagian perkampungan yang tanahnya lebih rata.
Melewati Jembatan Bambu
Jembatan Bambu, atau orang Sunda sering menamakannya sebagai Sasak Gantung...Jembatan Gantung
Itu adalah satu-satunya akses yang bisa kita lalui dari Kombongan ke kampung sebelah....ada bebrapa rumah terlihat di seberang sana. Jalur kabel listrik adalah juga menuju ke kampung tersebut. Kita akan lihat, dan kasih titik GPS nya, agar kita bisa hitung jaraknya dan juga agar pihap PLN nantinya akan bisa mengecek atau memiliki data kongkrit tentang letak dan jumlah tiang yang ada di kampung ini.
Dan juga kita harus memotretnya dibeberapa titik untuk dokumentasi pelaporan hasil pekerjaan tentunya. Ya seperti itulah caranya.
Bisa kita lihat sendiri dari potret yang saya buat, itu adalah jembatan dari bambu yang hanya ditopang oleh kawat sling....dan selebihnya adalah bambu, dan susunan batu. Hanya dibagian tertentu saja yang menggunakan perkuatan semen...tanpa beton bertulang.
Tapi bagi warga kita disini, itu sudah lebih dari memadai, walau juga tak berarti itulah yang mereka harapkan.
Bagi penulis sendiri, tentu pemandangan alam desa seperti ini perlu kiranya dilestarikan, karena terlihat lebih alami, dan terlihat asri. hanya memang dari sisi efektifitas atau jauh dari itu untuk efisiensi, kiranya tentu saja di kampung ini juga perlu ada infrastruktur jalan yang lebih baik lagi.
Memang, selalu ada dua sisi mata uang. Amat sulit untuk bisa mempertahankan keasrian alam yang sekaligus modernisasi.
Tapi sebenarnya kita bisa belajar dari perkampungan-perkampungan di Swis, di Hungaris, Swedia, dll....yang perkamungan wisata disana begitu tertata rapih, asri, hijau royo-royo dan indah juara.
Kapankah kiranya di kita juga bisa seperti di mereka....????
Ya. Kapan...?.
Bukan kapan-kapan ya...?
Kampung Kombongan ini memang berada diapit oleh dua buah aliran sungai, yaitu sungai yang ada Curug sanghyang Taraje dan lainnya adalah sungai yang disebelah kanan Jalan di bawah lembah sana. Itu volume air dari kedua sungainya ini masih cukup besar dan deras.
Jembatan Bambu, atau orang Sunda sering menamakannya sebagai Sasak Gantung...Jembatan Gantung
Itu adalah satu-satunya akses yang bisa kita lalui dari Kombongan ke kampung sebelah....ada bebrapa rumah terlihat di seberang sana. Jalur kabel listrik adalah juga menuju ke kampung tersebut. Kita akan lihat, dan kasih titik GPS nya, agar kita bisa hitung jaraknya dan juga agar pihap PLN nantinya akan bisa mengecek atau memiliki data kongkrit tentang letak dan jumlah tiang yang ada di kampung ini.
Dan juga kita harus memotretnya dibeberapa titik untuk dokumentasi pelaporan hasil pekerjaan tentunya. Ya seperti itulah caranya.
Bisa kita lihat sendiri dari potret yang saya buat, itu adalah jembatan dari bambu yang hanya ditopang oleh kawat sling....dan selebihnya adalah bambu, dan susunan batu. Hanya dibagian tertentu saja yang menggunakan perkuatan semen...tanpa beton bertulang.
Tapi bagi warga kita disini, itu sudah lebih dari memadai, walau juga tak berarti itulah yang mereka harapkan.
Bagi penulis sendiri, tentu pemandangan alam desa seperti ini perlu kiranya dilestarikan, karena terlihat lebih alami, dan terlihat asri. hanya memang dari sisi efektifitas atau jauh dari itu untuk efisiensi, kiranya tentu saja di kampung ini juga perlu ada infrastruktur jalan yang lebih baik lagi.
Memang, selalu ada dua sisi mata uang. Amat sulit untuk bisa mempertahankan keasrian alam yang sekaligus modernisasi.
Tapi sebenarnya kita bisa belajar dari perkampungan-perkampungan di Swis, di Hungaris, Swedia, dll....yang perkamungan wisata disana begitu tertata rapih, asri, hijau royo-royo dan indah juara.
Kapankah kiranya di kita juga bisa seperti di mereka....????
Ya. Kapan...?.
Bukan kapan-kapan ya...?
Kampung Kombongan ini memang berada diapit oleh dua buah aliran sungai, yaitu sungai yang ada Curug sanghyang Taraje dan lainnya adalah sungai yang disebelah kanan Jalan di bawah lembah sana. Itu volume air dari kedua sungainya ini masih cukup besar dan deras.
Kalau saja dibuat terowongan diantara dua sungai tersebut tentulah kita bisa dengan mudah berpindah dari satu sungai ke sungai lainnya. Itu akan sangat menarik dan indah, dan juga memudahkan kita untukbisa sampai di kedua tempat tersebt.
Sungai yang ada disebelah kanan itu juga sangat bagus dengan pemandangan sawah terasering dan dipercantik dengan pemandangan pepohonan, hutan-hutan dan juga perkampungan kecil di lembah sana.
Sungai yang ada disebelah kanan itu juga sangat bagus dengan pemandangan sawah terasering dan dipercantik dengan pemandangan pepohonan, hutan-hutan dan juga perkampungan kecil di lembah sana.
Untuk mengakses ke perkampungan di lembah sana kita harus menuruni jalan setapak yang juga menurun dan kita akan disajikan oleh pemandangan dari jembatan gantung karya lokal yang sangat eksotis demikian itu.
Namun hati-hati bagi yang takut ketinggian, karena jembatannya terasa bergoyang-goyang sebab itu hanya terbuat dari bambu saja.
Walau tentu jembatan ini cukup kuatlah untuk pejalan kaki dengan beban yang puluhan atau beberapa ratus kilogram. Asal jangan bawa buldozer kesini, selain gak akan kuat, juga gak akan muat....he he he.....
Kalau untuk pejalan kaki sih cukup bisa diandalkan, karena jembatan ini juga di topang oleh kawat seling dengan diameter yang cukup saya kira.
Memang sih bagi kita yang belum terbiasa tentu saja merasa harus lebih waspada, sebab selain belum terbiasa di jelbatan yang bergoyang-goyang, atau katakanlah sudah terlalu lama tak pernah lagi melewatinya, atau sudah jarang. Tentu jalan jembatan gantung seperti ini cukup membuat was-was juga....sebab kalau terjatuh tentu saja itu akan menyakitkan. dan juga cukup berbahaya.
Itu sungainya sangat deras airnya, cukup jernih juga, hijau juga pemandangan disana sini. Sungguh sajian pemandangan yang memanjakan mata kita, dan mata batin kita pun tergugah karenanya. Subhaanallah, indah sekali. Luar biasa perkampungan disini, ini yang aku suka....ini yang jarang terbayangkan dalam pemikiran selama ini. Tak sangka bahwa semu itu adalah nyata dan beruntungnya penulis bisa berada disini saat ini. Luar biasa kawan...!!!
Walau tentu jembatan ini cukup kuatlah untuk pejalan kaki dengan beban yang puluhan atau beberapa ratus kilogram. Asal jangan bawa buldozer kesini, selain gak akan kuat, juga gak akan muat....he he he.....
Kalau untuk pejalan kaki sih cukup bisa diandalkan, karena jembatan ini juga di topang oleh kawat seling dengan diameter yang cukup saya kira.
Memang sih bagi kita yang belum terbiasa tentu saja merasa harus lebih waspada, sebab selain belum terbiasa di jelbatan yang bergoyang-goyang, atau katakanlah sudah terlalu lama tak pernah lagi melewatinya, atau sudah jarang. Tentu jalan jembatan gantung seperti ini cukup membuat was-was juga....sebab kalau terjatuh tentu saja itu akan menyakitkan. dan juga cukup berbahaya.
Itu sungainya sangat deras airnya, cukup jernih juga, hijau juga pemandangan disana sini. Sungguh sajian pemandangan yang memanjakan mata kita, dan mata batin kita pun tergugah karenanya. Subhaanallah, indah sekali. Luar biasa perkampungan disini, ini yang aku suka....ini yang jarang terbayangkan dalam pemikiran selama ini. Tak sangka bahwa semu itu adalah nyata dan beruntungnya penulis bisa berada disini saat ini. Luar biasa kawan...!!!
Kombongan Yang Indah
Ya, ini adalah kampung yang asri nan indah permai.....sebuah ceruk perkampungan "nice village" di selatan kabupaten Garut.
Yang entah dalam beberapa tahun kedepan, apakah alam ini masih akan sama seperti sekarang. Semoga saja, harapan kita adalah alam disini tetap lestari, lebih lestari, lebih baik, lebih hijau dan lebh makmur. Aamiin Allahumma aamiin.
Semoga saja nanti ditemukan cara-cara, solusi dan lain-lain yang bisa menyulap kampung Kombongan ini jadi salah satu destinasi Wisata di Garut Selatan.
Kita akan coba expose ini, sedemikian sehingga pihak terkait bisa membaca dan mulai bergerak dengan rencananya dan actionnya yang terbaik, terencana, terstruktur, atau dengan cara yang profesional.
Jawa Barat harus maju, Jawa Barat harus sejahtera, bahagia penduduknya, sehat sentosa lahir dan batin. aamiin...
Demikian itulah alam disekitar kampung Kombongan ini, dimana ada Curug Sanghyang Taraje di sebelah sana, dan disini ada lembah persawahan dengan aliran sungai, dua buah aliran sungai yang indah dan memesona.
Memang benar, Penulis memang belum turun ke curug Sanghyang Taraje itu, sebab nampaknya tak akan ada cukup waktu untuk hari ini. Sebab tak akan lama penulis disini, selain karena masih jauh kita akan kembali ke Garut sana, juga hari rupanyakurang mendukung. Hujan kembali turun, dan kami hanya bisa berteduh di emperan orang, di warung dan hari akan menuju malam tentunya..............tugas pekerjaan ini, untungnya sudah dapat kami selesaikan dengan sebaik-baiknya. Ini adalah dalam rangka Pra STOP, beberapa hari nanti tak lama lagi akan dilaksanakan serh terima pekerjaan dengan STOP dan penyalaan/energizing.
Demikian saja pandangan mata kita kali ini, semoga dilain hari penulis akan kemari lagi untuk mengenang perjalanan ini dan juga untuk menikmati pemandangan di KOmbongan nan asri ini. SEmoga iya. aamiin
Tentu saja....suatu hari penulis berharap akan bisa mengunjungi lagi ketempat ini.
Demikian saja pandangan mata kita kali ini, semoga dilain hari penulis akan kemari lagi untuk mengenang perjalanan ini dan juga untuk menikmati pemandangan di KOmbongan nan asri ini. SEmoga iya. aamiin
Tentu saja....suatu hari penulis berharap akan bisa mengunjungi lagi ketempat ini.
Tempat yang sangat bagus untuk dikunjungi..
Salam Jelajah...!
My Trip, my job is my Journey....
Wassalam.....
BONUS Bagi yang Suka Baca saja....:
My Trip, my job is my Journey....
Wassalam.....
note:
*Saat pulang, mobil Avanza dengan 6 penumpang juga gak kuat naek, itu akan butuh keahlian khusus untuk bisa melewatinya.
Makanya disarankan sih naek motor saja atau paling tidak mobil yang lebih kuat dibanding Avanza.
*Saat pulang, mobil Avanza dengan 6 penumpang juga gak kuat naek, itu akan butuh keahlian khusus untuk bisa melewatinya.
Makanya disarankan sih naek motor saja atau paling tidak mobil yang lebih kuat dibanding Avanza.
Dan juga hati-hati karena di dekat Curug di kedua sisi jalan adalah jurang yang menganga. Jangan sembrono aja, jangan sambil melamun apalagi sambil ngantuk.
BONUS Bagi yang Suka Baca saja....:
Dianugerahkannya akal oleh Allah berfungsi sebagai sifat agar mampu membedakan antara manusia dan binatang. Menurut al-Ghazali, dalam kitab Ihya Ulumiddin menjelaskan mengenai akal ini dan membaginya ke dalam empat tingkatan, antara lain:
- Akal berarti kecerdasan. Menurut al-Ghazali hal yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah akal. Akal inilah yang menjadi modal pokok manusia untuk hidup di dunia.
- Akal berarti pengertian. Seiring berjalannya waktu, akal manusia berkembang dan terus meningkat baik pada usia muda maupun hingga ia dewasa dan selanjutnya. Di sinilah peran akal sebagai pembeda antara yang haq (benar) dan bathil (salah).
- Akal berarti pengetahuan. Melalui pengajaran dan pengalaman yang telah dilaluinya, akal inilah yang nantinya melahirkan ilmu pengetahuan.
- Akal berarti ma’rifah. Pada tingkatan ini, tingkat ma’rifat merupakan posisi puncak dari segala tingkat akal. Hal ini diartikan sebagai keinsafan rohani manusia yang menyadari betul akan akibat-akibat sesuatu. Nantinya hal ini pula lah yang membawanya pada keluhuran budi pekerti serta membimbingnya menuju Tuhan Yang Maha Kuasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar