Sabtu, 15 Februari 2020

The Lost Country Of Ciletuh 3


Bagian ke 3 (Tegalbuleud - Jampang)
Dari tegal buleud tadi, kesini ke hutan-hutan yang gelap adalah seperti misi silent, misi rahasia untuk menyergap Belanda yang sedang menyerang Ujung Genteng sana. Sepi sunyi senyap tak boleh banyak bersuara, semua kami sedang begitu khusu’ berjalan menembus tempat-tempat, lembah, bukit dan lain-lain itu selangkah demi selangkah, sekilo, du kilo meter dst.

Hutan Jampang yang terkenal masih cukup angker dimalam hari, karena letaknya yang terpencil jauh dari perkampungan adalah berbahaya jika bermotor ke sini secara sendirian. Tapi berhubung kami beramai-ramai maka tak ada rasa ciut diantara kami walaupun juga keadaan yang senyap itu kami rasakan seperti suatu perjalanan pasukan Jendral sudirman dalam bergerilya menghadapi agresi militer Belanda dan sekutu.

Wah, itulah yang khusus penulis rasakan, lumayan penuh teka-teki juga sebab gak tau juga kalau didepan sana ada segerombolan babi hutan atau mungkin macan kumbang yang sedang kebetulan lewati jalan. Ah kau sukanya bikin cerita tuh bikin jadi serem...!!.

Tapi betul, walaupun beramai-ramai tapi kan bawa motor sendiri-sendiri, apalagi posisiku seringnya berada di paling belakang. Terasalah suasana mencekamnya itu. Apalagi kalau teringat pemutaran film G-30 S PKI wah serem lah pokoknya.

Hutan Jampang yang indah sesungguhnya, menjadi kelam jika malam menerjangnya. Semua serba hitam, tak terlihat apa dibalik pepohonan, apa dibalik semak belukar dan apa yang ada di atas tebing-tebing dan apa yang tersembunyi di bawah lembah-lembah dan jurang-jurang. Diantara kita sama sekali gak ada yang berani menebaknya. Bisa jadi ada apa-apanya kan...?!...

Kembali pikiranku liar kemana-mana, membayang yang bukan-bukan. Lama juga sih menembus hutan belantara ini, lama sekali rasanya kapankah akan ada perkampungan kembali...para rider didepanku juga terlalu asyik sendiri-sendiri, sugan aya obrolan atuh da ni jempling...

Hmm, ya iyalah mana bisa kami mengobrol sementara kami terlalu asyik dengan masing-masing motor kami. Entahlah apa pula yang sedang mereka pikirkan saat ini. mungkin sedang ingat yang dirumah, mungkin sedang tidak ingat yang dirumah, mana kutahu.

Belok kiri, belok kiri, ke kanan, ke kanan lalu ke kiri ke kiri, ke kiri dan ke kiri. Jalanannya memang berputar-putar seakan seperti sedang menaiki roll couster, ah padahal aku pernah gak ya naik roll couster. Sok tahu aja. Tepi kurang lebih memang demikian, asyik sih, menyenangkan sih.

Iring-iringan motor yang didepanku itu kalau bisa ingin rasanya ku rekam tetapi aku belum punya alatnya. Kerlap-kerlip lampu belakang yang berbelok ramai-ramai menuruni tikungan yang panjang ke kiri dan ke kanan itu sangat indah dilihatnya. Sayang moment ini tak bisa berbagi dengan pemirsa. Cukup bayangkan saja itu sebagaimana sesuatu rombongan yang meliuk ah pokoknya begitulah.

Terima kasih Tuhan atas kesempatan ini, terima kasih bahwa perjalanan ini berjalan sedemikian lancarnya hingga detik ini. terima kasih juga kepada semua kawan, handai tolan dan semuanya. Juga kepada pemirsa yang sempat membaca tulisan ini semoga mendapat pahala kebaikannya, aamiin.

Beberapa kali memang kami berhenti dulu untuk berbagai keperluan. Kalau ada pom mini atau katakanlah pertamini, sudah pasti itu adalah bagaikan mutiara tersembunyi ditengah padang pasir. Tak boleh disia-siakan untuk isi bensin terutama bagi yang tadi gak kebagian, atau tadi gak sempat isi. Inilah temuan yang paling berharga buat kami ditempat yang kami tidak tahu hal ikhwalnya seperti apa.

Ini juga jadi kesempatan untuk memecah keheningan, sehingga suasana menjadi hangat kembali. Mari kita lanjut...

Ya, kami pun lanjut saja menyusuri beberapa perkampungan yang mulai ada. Rupanya hutan jampang secara alhamdulillah sudah tamat diliwati. Jadinya gak mencekam lagi seperti tadi. Bisa bernafas lebih biasa lagi, “teu was-was, teu geueuman deui”. Plong lah pokoknya.

Tentu ini akan kembali ke dunia peradaban yang bersosio cultural. Jirr, dalam sekali bahasanya.
Yah, itu untuk menggambarkan bahwa kita telah sampai di tempat yang ada penduduk atau penghuninya. Sehingga tentu saja akan terasa lebih tenang menenangkan jiwa.
Entah berapa menit kami lewati tadi, kurasa ada mungkin satu jam sih. Aku males lihat speedo meter ah. Nanti saja kalau sudah sampai keramaian akan kita lihat update nya jam berapa.

Dan kamipun kembali dalam dunia kami masing-masing, ada yang sedang memikirkan makanan, ada yang sedang memikirkan tempat tidur dll. semua kembali asyik terhadap diri mereka sendiri-sendiri. Dalam keadaan touring seperti ini, tentu jarang sekali kita dapat berbagi cerita setidaknya hingga nanti sudah sampai ditempat tujuan atau di tempat pemberhentian berikutnya. Kami harus kembali kedalam, kembali ke sanubari masing-masing. Kuharap ada banyak do’a berhamburan dari mulut dan benak semuanya, supaya Tuhan tetap melindungi kami. Aamiin.

Waduh, tak terasa rupanya ini sudah sampai dipertigaan yang kuyakini ini adalah Surade saya kira dugaanku benar. Pernah sih satu kali ke sini jadi bisa sedikit tebak menebak.

Entarlah kita cari kepastiannya, kita ikuti saja arah kemana rombongan menujunya, kekiri ke arah Ujung Genteng atau ke Kanan ke Arah Sukabumi kota. Itu yang aku tahu.

Kekanan rupanya, dan itu tanda tanya dalam hatiku, setahuku jalan ke arah Geopark Ciletuh dari simpang ini adalah ke kiri. Tapi mungkin juga bisa ke kanan dan didepan sana ada jalannya. Entahlah, terus terang untuk ke Ciletuh masih belum ku mengetahuinya. Jadi pasrah sajalah.

Eh rupanya kami berhenti dulu di sebuah pom bensin rupanya mereka hendak mengisi bbm lagi. Mengisi bbm secara lebih agar nanti gak kehabisan ke tempat yang mungkin masih cukup jauh ini.
 Ya, demikianlah pandangan mata yang bisa penulis sampaikan, sampai jumpa di Ciletuh...!

Bersambung............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar