Minggu, 09 Februari 2020

Kebon Teh Margawindu-Cisoka Bag. Ke-5 (Gunung Sabeulit)

EDISI SUMEDANG RAYA
(Kebon Teh Margawindu-Cisoka)


Bagian Keempat ( Gunung Sabeulit )

Sehabis perkebunan teh ini, lebih ke atas lagi menuju puncak perbukitan dari kawasan Cisoka ini, akhirnya kita akan masuk kedalam kawasan perhutanan yang dipenuhi pepohonan tinggi hampir menutupi sang matahari. Suasana sekitarnya begitu kontras dibanding tadi dibawah.

Disini kita merasakan suatu kegelapan dari rerimbunan pohon yang berupa hutan rimba dari Gunung Sabeulit dsk, (Gunung ini berada diantara pegunungan lainnya; Gunung Bedug, Gunung Simpay, perkebunan Antara, Bangbayang, Leuweung Serang Halimun, Panyeuseup, Curug Cicapar, Gunung Masigit Kareumbi dll) seakan kita sedang berada dalam batas lorong waktu dan juga serasa kita memasuki suatu terowongan.

Hutannya benar-benar hutan beneran, jika nyali kurang mungkin sebaiknya kembali pulang lagi ke bawah menuju tempat yang lebih terang. Sebab disini dan kedepan sana, semua adalah tentang gelapnya hutan dan juga kita memasuki kawasan liar dari hutan rimba. 

Terutama karena kita gak tahu ada apa didalam sana, apakah tak ada ular besar yang bisa menerkam dari kegelapan itu...? ataukah mungkin tiba-tiba ada segerombolan babi hutan...? dan mungkin juga bisa saja pas ketemu dengan macan yang sedang lapar.

Suasana mencekam sangat terasa begitu kita menginjak ke hutan “geledegan” ini.
Bagaimana tidak, jika baru saja beberapa langkah yang lalu kita berada diantara hamparan teh yang pemandangannya terbuka luas lalu kemudian tiba-tiba kita memasuki suatu rerimbunan pepohonan yang rapat dan gelap...?. itu tak jauh seperti kita memasuki arena permainan rumah hantu. Yang dari terang menuju kegelapan, yang penuh misteri.

Berdecak kagum karena hutan seperti ini sudah sangat jarang kita temui di Jawa Barat ini. Sungguh ini adalah simpanan kekayaan bagi masyarakat Sumedang khususnya dan juga bagi masyarakat dunia pada umumnya. 

Subhaanallah, terima kasih ya Tuhan karena ini sungguh merupakan anugerah yang tak terkira nilainya.

Terima kasih dan tolonglah kami, maafkanlah kekurangan dan kesalahan kami. Serta lindungilah kami dan jadikanlah kami orang-orang yang bersyukur. Amin ya rabbal ‘aalamiin.

Itulah hutan kita, hutan yang juga termasuk hutan utama yang ada di kabupaten Sumedang, dan yang menjadi pemisah antara Sumedang, Garut dan juga Bandung. Berharap, semua kita bisa menjaganya selamanya. Amin.

Untung saja kali ini penulis bertemu dengan pelancong lainnya yang memiliki ketertarikan yang sama tentang hutan dan alam rimba. Sehingga kali ini penulis tak sendirian. Beberapa kali penulispun bisa ambil potret di sini. Dan itu suatu keberuntungan bisa mendapatkan moment-moment nya.

Berkali-kali penulis pun menghentikan kendaraan untuk sekedar memotret sekitar ini. Hutannya dan juga “leuweung”nya. “Eta-eta keneh nya..?”. tapi leuweung konotasinya lebih mendalam terutama bagi pengguna bahasa Sunda. Rasanya beda.

Menyebut “leuweung” dan menyebut hutan itu beda rasanya, padahal menunjuk kepada maksud yang sama. Kalau hutan itu bisa berupa hutan pinus, dan lainnya tapi kalau leuweung maka tak ada leuweung pinus yang ada adalah “kebon pineus”. Jadi arti “leuweung” lebih dari hutan. 

Namun jika kata hutan itu ditambahi dengan rimba maka itu sepadan dengan leuweung geledegan. Tapi anehnya kata hutan tak lah sama benar dan tak benar-benar sepadan dengan kata leuweung karena penggunaan keduanya yang sedikit berbeda tadi.

Kita kembali kepada perjalanan.

Bersambung ke Bagian selanjutnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar